Tuesday, July 6, 2010

Pembenihan Bawal Tawar

Bawal ( Colossoma macropomum ) merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Ikan ini berasal dari Brazil. Pada mulanya ikan bawal diperdagangkan sebagai ikan hias, namun karena pertumbuhannya cepat, dagingnya enak dan dapat mencapai ukuran besar, maka masyarakat menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi.

Sebutan lain ikan bawal adalah Gamitama (Peru), Cachama (Venezuela), Red Bally Pacu (Amerika Serikat dan Inggris). Sedangkan di negara asalnya disebut Tambaqui.
Walaupun ketenaran ikan bawal belum dapat disejajarkan dengan komoditas perikanan lainnya, namun permintaan konsumen setiap tahunnya terus meningkat, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Maka tak heran, bila dimasa yang akan datang akan menjadi komoditas unggulan seperti jenis-jenis ikan lainnya.

BIOLOGI

Secara sistematika ikan bawal termasuk kedalam Genus Chacacoid dan species Colossoma macropomum.
Badan agak bulat, bentuk tubuh pipih, sisik kecil, kepala hampir bulat, lubang hidung agak besar, sirip dada di bawah tutup insang, sirip perut dan sirip dubur terpisah, punggung berwarna abu-abu tua, perut putih abu-abu dan merah.
Ikan bawal banyak ditemukan di sungai sungai besar seperti Amazon (Brazil), Orinoco (Venezuela). Hidup secara bergerombol di daerah yang airnya tenang.
Bawal termasuk ikan karnivora, Giginya tajam namun tidak ganas seperti piranha. Makanan yg disukai pada fase larva adalah Brachionus sp., Artemia sp., dan Moina sp.
Induk bawal sudah mulai dapat dipijahkan pada umur 4 tahun bila pertumbuhannya normal dapat mencapai berat 4 kg.
Pemijahannya terjadi pada musim penghujan.
Kami juga melayani kegiatan magang atau pelatihan tentang teknik perikanan air tawar....silakan menghubungi kami

PEMBENIHAN

A. Pemeliharaan Induk

Induk-induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 0,5 kg/m2. Setiap hari diberi pakan tambahan berupa pelet sebanyak 3 prosen dari berat tubuh ikan dan diberikan 3-4 kali sehari. Menjelang musim hujan jumlah pakannya ditambah menjadi 4 prosen. Induk betina yang beratnya 4 kg dapat menghasilkan telur sebanyak +400.000 butir.
Tanda Induk yang matang Gonad.
Betina: perut buncit, lembek dan lubang kelamin berwarna kemerahanJantan: perut langsing, warna merah dalam ditubuhnya lebih jelas dan bila diurut dari perut kearah kelamin keluar cairan berwarna putih/sperma.
B. Pemijahan.

Pemijahan ikan bawal air tawar bisa dilakukan secara Induced Spawning, caranya induk betina disuntik hormon LHRH-a sebanyak 3 ?g/kg atau ovaprim 0,75 ml / kg . Induk jantan menggunakan LHRH-a sebanyak 2 ?g/kg atau ovaprim 0,5 ml/kg. LHRH-a dilarutkan dalam larutan 0,7 % NaCl.
Induk betina disuntik dua kali dengan selang waktu 8-12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan penyuntikan kedua 2/3 nya.
Induk yang sudah disuntik dimasukkan kedalam bak pemijahan yang dilengkapi dengan hapa. Selama pemijahan air harus tetap mengalir. Pemijahan biasanya terjadi 3 sampai 6 jam setelah penyuntikan kedua.
C. Penetasan

Setelah memijah telur-telur diambil menggunakan scope net halus, kemudian telur tersebut ditetaskan didalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerasi dan water heater dengan suhu 27 - 29oC. Kepadatan telur antara 100 - 150 butir/liter, biasanya Telur-telur akan menetas dalam waktu 16 - 24 jam.
D. Pemeliharaan Larva

Larva dipelihara dalam akuarium yang sama, namun sebelumnya 3/4 bagian airnya dibuang. Padat penebaran larva 50 - 100 ekor/liter larva yang berumur 4 hari diberi pakan berupa naupli Artemia, Brachionus atau Moina. Pemeliharaan larva ini berlangsung selama 14 hari. Selama pemeliharaan larva, air harus diganti setiap hari sebanyak 2/3 bagiannya. Setelah berumur 14 hari larva siap ditebar ke kolam pendederan.
E. Pendederan

Pendederan ikan bawal dilakukan di kolam yang luasnya antara 500 -1.000 m2. Namun kolam tersebut harus disiapkan seminggu sebelum penebaran benih. Persiapan meliputi pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
Setelah itu kolam dikapur dengan kapur tohor sebanyak 50 - 100 gram/m2 dan dipupuk dengan pupuk organik dengan dosis 500 gram/m2. Kemudian diisi air.
Bila kolam sudah siap, larva diebar pada pagi hari dengan kepadatan 50 - 100 ekor/m2.
Setiap hari diberi pakan tambahan berupa pelet halus sebanyak 750 gram/10 ribu ekor larva dengan frekuensi tiga kali sehari.
Pemeliharaan di kolam pendederan selama 21 hari.

Penyakit

Penyakit yang pernah ditemukan pada ikan bawal air tawar yang berumur satu bulan antara lain disebabkan oleh parasit, bakteri dan Kapang (Jamur)

Parasit

" Ich " Atau " White spot ", biasanya menyerang ikan apabila suhu media pemeliharaan dingin, cara mengatasinya yaitu dengan menaikkan suhu (dengan water heater) sampai kurang lebih 29 derajat Celcius dan pemberian formalin 25 ppm. Pada media pemeliharaannya.
Bakteri.

Streptococus sp. dan Kurthia sp. cara mengatasinya yaitu dengan menggunakan antibiotik tetrasiklin dengan dosis 10 ppm.
Kapang (Jamur)

Jamur ini merupakan akibat dari adanya luka yang disebabkan penanganan ( Handling ) yang kurang hati-hati. Cara mengatasinya dengan menggunakan Kalium Permanganat ( PK ) dengan dosis 2-3 ppm.

PEMBESARAN IKAN BAWAL

PENDAHULUAN

Usaha pembesaran dilakukan dengan maksud untuk memperoleh ikan ukuran konsumsi atau ukuran yang disenangi oleh konsumen. Pembesaran ikan bawal dapat dilakukan di kolam tanah maupun kolam permanen, baik secara monokultur maupun polikultur. Bawal air tawar saat ini banyak diminati sebagai ikan konsumsi dan cocok untuk dibudidayakan di Kabupaten Magelang. Ikan Bawal mempunyai beberapa keistimewaan antara lain : Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik. Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai daging ikan Gurami.

PERSIAPAN KOLAM
Kolam untuk pemeliharaan ikan bawal dipersiapkan seperti halnya ikan air tawar lainnya. Persiapan kolam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan makanan alami dalam jumlah yang cukup. Setelah dasar kolam benar-benar kering dasar kolam perlu dikapur dengan kapur tohor maupun dolomit dengan dosis 25 kg per 100 meter persegi. Hal ini untuk meningkatkan pH tanah, juga dapat untuk membunuh hama maupun patogen yang masih tahan terhadap proses pengeringan. Kolam pembesaran tidak mutlak harus dipupuk. Ini dikarenakan makanan ikan bawal sebagian besar diperoleh dari makanan tambahan atau buatan. Tapi bila dipupuk dapat menggunakan pupuk kandang 25 - 50 kg/100 m2 dan TSP 3 kg/100 m2. Pupuk kandang yang digunakan harus benar-benar yang sudah matang, agar tidak menjadi racun bagi ikan. Setelah pekerjaan pemupukan selesai, kolam diisi air setinggi 2-3 cm dan dibiarkan selama 2-3 hari, kemudian air kolam ditambah sedikit demi sedikit sampai kedalaman awal 40-60 cm dan terus diatur sampai ketinggian 80-120 cm tergantung kepadatan ikan. Jika warna air sudah hijau terang, baru benih ikan ditebar (biasanya 7~10 hari setelah pemupukan).

PEMILIHAN DAN PENEBARAN BENIH.
Pemilihan benih. Pemilihan benih mutlak penting, karena hanya dengan benih yang baik ikan akan hidup dan tumbuh dengan baik. Penebaran benih Sebelum benih ditebar perlu diadaptasikan, dengan tujuan agar benih ikan tidak dalam kondisi stres saat berada dalam kolam. Cara adaptasi : ikan yang masih terbungkus dalam plastik yang masih tertutup rapat dimasukan kedalam kolam, biarkan sampai dinding plastik mengembun. Ini tandanya air kolam dan air dalam plastik sudah sama suhunya, setelah itu dibuka plastiknya dan air dalam kolam masukkan sedikit demi sedikit kedalam plastik tempat benih sampai benih terlihat dalam kondisi baik. Selanjutnya benih ditebar/dilepaskan dalam kolam secara perlahan-lahan.

KUALITAS PAKAN DAN CARA PEMBERIAN
Kualitas dan kuantitas pakan sangat penting dalam budidaya ikan, karena hanya dengan pakan yang baik ikan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang kita inginkan. Kualitas pakan yang baik adalah pakan yanq mempunyai gizi yang seimbang baik protein, karbohidrat maupun lemak serta vitamin dan mineral. Karena ikan bawal bersifat omnivora maka makanan yang diberikan bisa berupa daun-daunan maupun berupa pelet. Pakan diberikan 3-5 % berat badan (perkiraan jumlah total berat ikan yang dipelihara). Pemberian pakan dapat ditebar secara langsung.

PEMUNGUTAN HASIL
Pemungutan hasil usaha pembesaran dapat dilakukan setelah ikan bawal dipelihara 4-6 bulan, waktu tersebut ikan bawal telah mencapai ukuran kurang lebih 500 gram/ekor, dengan kepadatan 4 ekor/m 2 . Biasanya alat yang digunakan berupa waring bemata lebar. Ikan bawal hasil pemanenan sebaiknya penampungannya dilakukan ditempat yang luas (tidak sempit) dan keadaan airnya selalu mengalir.

Saturday, July 3, 2010

Potensi Dan Peluang Kepulauan Anambas Menjadi Kawasan Konservasi Perairan

Sebagai salah satu konsekwensi pelaksanaan Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan dijelaskan bahwa konservasi sumberdaya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya ikan yang  merupakan upaya untuk melindungi, melestarikan dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan biota perairan pada waktu sekarang dan akan datang.

Kepulauan Anambas memiliki potensi pengembangan ekonomi yang cukup besar yang merupakan gugusan yang terbentuk dari paling sedikit 6 (enam) pulau besar yaitu Jemaja, Terempa, Mubur, Matak, Damar, serta Raibu, dan pulau-pulau kecil lainnya yang tersebar di sekitarnya. Secara keseluruhan, Kepulauan Anambas memiliki 53 pulau berpenghuni dan 122 pulau lainnya belum berpenghuni. Luas wilayah daratnya mencapai 590,14 km2. Kepulauan ini dikelilingi oleh Laut Natuna seluas 46.074 km2, sehingga luas wilayah Kepulauan Anambas mencapai 46.664,14 km2.
Oleh karena itu dalam upaya mengetahui kondisi potensi lokasi wilayah perairan Kepulauan Anambas saat ini serta dalam rangka mencapai target jumlah kawasan laut baru, maka dipandang perlu untuk dilaksanakannya kegiatan survey potensi calon  Kawasan Konversi Perairan Nasional (KPPN).

Karakteristik dan Potensi Wilayah

Secara keseluruhan kepulauan Anambas memiliki 53 pulau berpenghuni dan 122 pulau lainnya belum berpenghuni. Untuk kegiatan Identifikasi dan Penilaian Calon Kawasan Konservasi Perairan Nasional di Kepulauan Anambas telah diusulkan pulau-pulau yang diarahkan sebagai kawasan konservasi perairan oleh masyarakat Anambas dengan memperhatikan kepentingan ekosistem (terumbu karang dan sumber daya ikan), ekonomi (wisata bahari, penangkapan dan budidaya ikan), pendidikan dan latihan serta pertahanan dan keamanan. Adapun pulau-pulau yang diusulkan menjadi kawasan konservasi perairan adalah :

1. Pulau Pahat
Pulau Pahat sudah terkenal dikalangan masyarakat Kepulauan Anambas dan dapat ditempuh dari Ibu kota Kecamatan Siantan yaitu Terempa sekitar 1,0-1,5 jam dengan perahu, pulau ini mempunyai kawasan pantai dan pasir putih yang indah dan dikelilingi oleh terumbu karang.  Pulau ini juga sebagai tempat kawasan habitat Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) oleh karena itu diarahkan untuk dikonservasi khususnya konservasi penyu.


2.Pulau Durai
Pulau Durai sama dengan Pulau Pahat letaknya hampir berdekatan dan dapat ditempuh dari Terempa sekitar 1,0-1,5 jam dan dari P. Pahat sekitar 0,5 jam, selain mempunyai kawasan pantai dan pasir putih yang indah dan dikelilingi oleh terumbu karang, Pulau Durai ini juga sebagai tempat kawasan habitat Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), untuk itu daerah ini diusulkan sebagai kawasan konservasi khususnya konservasi penyu.

3.Pulau Tokong Nanas dan Tokong Belayar
Posisi kedua Pulau ini sebagai pulau terluar dari NKRI dan dapat ditempuh sekitar 1,5 jam dari Terempa dengan perahu. Di pulau ini terdapat habitat ikan Napoleon dan Kerapu serta dikelilingi terumbu karang yang kondisinya cukup baik, sehingga diarahkan sebagai “Kawasan Konservasi”.

4.Pulau Nyamuk, P. Tokong Gurun, P. Menyali, P. Manda Riau Laut, P. Mada Riau Laut  dan Pulau Mangkian.
Posisi pulau-pulau  ini persis terletak sebelah timur Pulau Matak  dan Timur Laut Tarempa. Untuk mencapai pulau ini dari Terempa sekitar 1,0 - 1,5 jam dengan perahu. Pulau-pulau ini terdapat ekosistem mangrove dan dikelilingi dikelilingi terumbu karang, sehingga diarahkan sebagai kawasan konservasi. Untuk lebih detailnya terhadap lokasi konservasi ini perlu disurvei lebih lanjut.

5.Pulau Siantan
Pulau ini merupakan salah satu pulau besar yang terdapat di Kepulauan Anambas dan merupakan pulau yang ramai karena terdapat fasilitas transportasi pelabuhan dan pasar kegiatan ekonomi masyarakat. Di pulau ini terdapat ekosistem mangrove yang terdapat di kawasan air terjun Temburun, dan pulau ini juga dikelilingi oleh terumbu karang yang sudah rusak. Kawasan ini diusulkan sebagai kawasan konservasi kecuali kawasan yang sudah diperuntukan untuk kawasan kegiatan transportasi / pelabuhan.

Air Terjun “Temburun”
Lokasi air terjun “Temburun” berada di Pulau Siantan, terletak dibagian Timur kota Terempa dan dapat ditempuh dari Terempa sekitar 0,5 jam. Airnya berasal dari Sungai Baruk pada ketinggian + 250 meter diatas permukaan laut, betuknya bertingkat-tingkat sebanyak 7 (tujuh) tingkat dan bermuara pada Selat Peniting. Kawasan air terjun ini merupakan kawasan rekreasi/wisata bagi penduduk sekitar wilayah Siantan. Karena keindahannya sangat diminati yang menjadi salah satu kebanggaan.
Di muara air terjun ini terdapat ekosistem mangrove yang sebagian besar terdiri dari jenis Rizophora, dengan substrat lumpur.

6.Pulau Temawan
Pulau Temawan atau disebut juga Pulau Temuang, merupakan pulau yang tidak berpenduduk dan dapat ditempuh dari Terempa sekitar 1,0 - 1,5 jam. Letaknya di bagian Timur Terempa (Pulau Siantan) atau sebelah Tenggara Pulau Matak. Sebagian kawasan pulau ini pantainya merupakan gugusan batu-batu besar dan habitat ekosistem mangrove sehingga diarahkan untuk dikonservasi.

7.Pulau Angsang
Pulau Angsang merupakan pulau yang tidak berpenghuni. Terletak di bagian Timur Terempa (Pulau Siantan) atau sebelah Tenggara Pulau Matak, tepatnya di Selat Angsang. Untuk mencapai pulau ini dapat ditempuh sekitar 1,0-1,5 jam dari Tarempa. Pulau ini memiliki pantai yang landai berpasir putih yang ditumbuhi pohon kelapa.

Pulau ini pernah menjadi lokasi wisata selancar dan berlayar bagi para turis asing, namun pengelolaannya tidak berjalan lama, belum diketahui penyebab terbengkalainya kegiatan wisata bahari tersebut.

8.Pulau Jemaja
Pulau Jemaja terletak di bagian sebelah barat daya Kepulauan Anambas. Potensi yang terdapat di pulau ini antara lain air terjun ulu maras dengan tanaman bakau (Rhizophora) yang terdapat disekitarnya, terumbu karang dan pasir putih yang terletak di Pantai Blusan. Jenis wisata lainnya adalah panorama pantai di Pantai Pedang Melang; taman laut  di Pantai Teluk Nguan; olahraga air, pacu sampan, island hoping dan event budaya di Pantai Pulau Ayam.


Sumber : Ditjen KP3K


Friday, July 2, 2010

BPPP Banyuwangi Berupaya Meningkatkan Bulk Commodity Melalui Pelatihan Penangkapan Ikan dengan Purse Seine

Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia diperlukan pengelolaan yang berorientasi jangka panjang (sustainability management). Dalam upaya meningkatkan produksi hasil tangkap, dapat dilakukan dengan otimalisasi usaha penangkapan ikan yang bersifat ”bulk commodity” yaitu peangapan ikan terhadap jenis-jenis komoditas perikanan dalam jumlah massal.  Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan perikanan tangkap berbasis jaring lingkar atau lebih dikenal dengan penangkapan ikan dengan jaring purse seine.

Dalam rangka implementasi kebijakan peningkatan produksi perikanan terbesar tahun 2014, pengembangan SDM Perikanan tangkap diperlukan sebagai upaya optimalisasi penggunaan alat tangkap secara efektif dan efisien dan bertanggungjawab.  Untuk itulah BPPP Banyuangi menyelanggarakan pelatihan penangkapan ikan dengan purse seine bagi nelayan Kabupaten Tanah Bumbu bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan.

Dipilihnya lokasi pelatihan tersebut dikarenakan Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan memiliki panjang garis pantai sekitar 158,7 Km2 dan luas perairan 640 Km² merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan usaha kelautan dan perikanan di bidang penangkapan ikan. Sumberdaya manusia yang memadai serta teknologi yang ramah lingkungan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat kelautan dan perikanan khususnya di Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan. Purse seine merupakan jenis alat tangkap yang cukup dominan dipergunakan oleh nelayan di beberapa perairan Indonesia. Purse seine atau pukat cincin adalah suatu alat yang efektif untuk penangkapan jenis ikan pelagis yang gerombolannya besar (layang, lemuru, tuna, cakalang dan ikan-ikan pelagis kecil lainnya).

Perakitan Rumpon Permukaan

Pelatihan dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari dari tanggal 16 s.d 22 Mei 2010 dengan jumlah jam berlatih 56 jam @ 45 menit dan diikuti oleh 30 (tiga puluh) orang. Acara pembukaan dihadiri oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Bumbu, Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Banyuwangi, panitia penyelenggara dan undangan lainnya.

Kurikulum yang diajarkan meliputi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan, peraturan perundang-undangan perikanan, bahan alat perikanan, metode dan teknik penangkapan ikan dengan purse seine, daerah penangkapan ikan, pelayaran datar, navigasi elektronik, mesin bantu penangkapan, perawatan mesin perikanan dan pembuatan rumpon.

Materi pembuatan rumpon diajarkan bertujuan untuk meningkatkan keefektivan operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine. Rumpon tidak termasuk dalam alat penangkap ikan melainkan alat bantu untuk mengumpulkan ikan (fish aggregate device/FAD). Rumpon menjadi tempat berkumpulnya plankton dan ikan-ikan kecil sehingga mengundang  ikan-ikan yang lebih besar untuk datang dengan tujuan feeding sehingga dengan menggunakan rumpon pada pengoperasian purse seine diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkapan.

Penyerahan STTP oleh Kepala Puslat KKP

Kegiatan pelatihan berakhir pada tanggal 22 Mei 2010 dan ditutup langsung oleh Bapak Dr. Ir. R. Akhmad Budiono, MM selaku Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan. Semua peserta dinyatakan lulus dan berhak mendapatkan Surat Tanda Tamat Pelatihan (STTP) dari Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan.  Diharapkan dengan pelatihan ini nelayan propinsi Kalimantan Selatan dapat meningkatkan hasil tangkapan dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya ikan baik secara ekonomi, ekologi dan lingkungan untuk keberlanjutan perikanan tangkap.


Sumber : BPPP Banyuwangi


SAIL BANDA 2010 Memacu Pekonomian Maluku

Sail Banda 2010 merupakan kegiatan bahari berskala internasional dalam tidak terlalu lama lagi akan segera dimulai. Sebagai tanda dimulainya Sail Banda,  Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad yang juga Ketua Panitia Nasional Sail Banda 2010, bersama Menteri Kesejahteraan Rakyat, Kepala Staf TNI AL dan Gubernur Maluku pada hari Minggu (4/7) secara resmi melepas kapal operasi bakti Surya Bhaskara Jaya di dermaga Kolinlamil Jakarta. Lebih lanjut Fadel menegaskan bahwa Sail Banda 2010 dipastikan akan mendongkrak perekonomian Maluku, karena diperkirakan lebih dari 5.400 orang peserta dari dalam dan luar negeri akan terlibat dalam kegiatan ini..

    “Sail Banda 2010 memiliki dampak yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku, baik dampak secara langsung atau jangka pendek maupun dampat tidak langsung atau jangka panjang,” ujar Fadel. Dampak secara langsung tambah Fadel adalah pengalihan program dan kegiatan pembangunan fisik oleh beberapa kementerian ke Provinsi Maluku yang semula direncanakan di provinsi lain. Selain Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang merubah program dan kegiatannya ke Provinsi Maluku adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan.

Dampak langsung lainnya adalah meningkatnya kunjungan pada saat penyelenggaraan Sail Banda 2010 ke Provinsi Maluku yang berakibat pada peningkatan peredaran uang di Provinsi Maluku khususnya di Kota Ambon. Masyarakat secara langsung juga dapat menikmati program sosial yang dilakukan pemerintah seperti pengobatan umum, pembangun masjid dan gereja, dan pemberian alat pancing tondak bagi nelayan. Selain itu bhakti sosial lain yang dapat dinikmati masyarakat adalah pemberian kitab suci, beasiswa, buku pelajaran, seragam sekolah, alat tulis siswa, dan program kantin sehat, serta sarana air bersih.

Pelaksanaan kegiatan kebaharian seperti Sail Banda 2010 telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Sulawesi Utara pada pelaksanaan Sail Bunaken 2009. Sebagai ilustrasi, keuntungan yang diperoleh Provinsi Sulawesi Utara pada saat pelaksanaan mencapai Rp. 3 triliun dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen usai pelaksanaan Sail Bunaken 2009. Transaksi perbankan selama Sail Bunaken mengalami peningkatan tajam hingga 80 persen. Jumlah transaksi rata-rata mencapai 21 ribu per hari dengan jumlah uang sebesar Rp. 446 miliar selama pelaksanaan Sail Bunaken. Sebelum Sail Bunaken rata-rata transaksi hanya 18 ribu dengan dengan nilai maksimal hanya Rp. 253 miliar per hari Pada sektor pariwisata terjadi peningkatan jumlah turis asing ke Provinsi Sulawesi Utara dari sekitar 32.760 orang pada tahun 2008 menjadi 78.203 orang pada 2009.

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia


Manisnya Rumput Laut Bersanding Harunya Cendana

Perairan laut Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur belum terjamah.  Hal ini dibuktikan dengan masih bagusnya parameter kualitas air di daerah tersebut.  Memang perairan didaerah ini belum tercemar seperti beberapa daerah di Pulau Jawa dan sekitarnya yang ibaratnya laut merupakan keranjang sampah tempat pembuangan limbah baik industry, rumah tangga, pertanian dan pertambangan yang  semua produk limbahnya bermuara ke laut. Dengan demikian maka perairan di beberapa daerah pulau jawa cukup tercemar sehingga mengganggu ekosistem laut dan proses budidaya perikanan baik di laut maupun dipesisir. Lain halnya dengan beberapa daerah di sekitar Pulau Sumba yang perairannya masih “perawan”, sehingga sangat cocok untuk di lakukan budidaya laut. .

 
Daerah yang juga terkenal dengan pohon cendana ini telah masuk dalam daerah Minapolitan yang dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Komoditi minapolitan yang diunggulkan di daerah ini adalah rumput laut. Hal ini didukung dengan panjang pantai Kabupaten Sumba Timur sepanjang 433,6 km (Bappeda Sumba Timur, 2010) dan cocok untuk budidaya rumput laut.  Beberapa kecamatan di Kabupaten Sumba Timur yang mempunyai pesisir pantai yaitu Kecamatan Haharu, Kahaungu Eti,  Karera, Kota Waingapu, Lewa, Matawai Lapau, Kuta, Nggaha Oriangu, Paberiwai, Pahunga Lodu, Pandawai, Pinu Pahar, Rindi, Tabundung, Umalulu, Wulla Waijelu. Semua Kecamatan tersebut sangat berpotensi untuk budidaya rumput laut dan saat ini sudah terdapat beberapa kecamatan yang sudah berhasil membudidayakan rumput laut seperti kecamatan Kuta dengan jarak kurang lebih 8 km dari pusat kota Waingapu

 Dengan adanya potensi wilayah yang sangat besar itulah maka pada Tanggal 21 s/d 27 Juni 2010, telah dilaksanakan Safari Pelatihan Budidaya Rumput Laut bagi Pembudidaya atas kerjasama Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Banyuwangi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Timur.  Pada Pelatihan tersebut diikuti oleh pembudidaya rumput laut sebanyak 30 orang. Pelatihan tersebut dilaksanakan sebanyak 56 jam pelajaran yang terdiri atas 40 % teori dan 60 % praktek. Adapun materi yang disampaikan diantaranya yaitu Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Peraturan Perundang-undangan Perikanan, Biologi Rumput Laut, Pemilihan Lokasi Budidaya Rumput Laut, Pengelolaan Bibit Rumput Laut, Metoda Budidaya Rumput Laut, Pemeliharaan Rumput Laut, Pengendalian Hama dan Penyakit, Panen dan Penanganan Pasca Panen, Analisa Usaha Budidaya  Rumput Laut dan Akses Permodalan.

Dari 555 jenis rumput laut, terdapat beberapa jenis yang telah dibudidayakan di Kabupaten Sumba Barat. Beberapa diantara yaitu Eucheuma cottnoni dan Eucheuma spinosum. Metode budidaya yang telah digunakan oleh masyarakat setempat yaitu metode lepas dasar menggunakan patok tancap, metode kombinasi dan metode rakit apung. Setelah dilakukan identifikasi lingkungan perairan laut oleh tim budidaya BPPP Banyuwangi selama pelaksanaan diklat maka direkomendasikan metode budidaya yang cocok untuk budidaya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur adalah metode rakit apung. Beberapa kelebihan dari metode ini adalah lebih bisa diterapkan pada lokasi dengan kondisi perairan lebih dalam, tetapi masih terlindung dari gelombang besar. Dengan demikian pemilihan lokasi lebih fleksibel dibandingkan dengan metode lepas dasar. Tanaman lebih banyak menerima intensitas cahaya matahari serta gerakan air yang terus memperbaharui kandungan nutrisi pada air laut dan akan mempermudah penyerapan nutrisi oleh tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat. Pemeliharaan lebih mudah dilakukan, tanaman terbebas dari gangguan hama.


Para peserta pelatihan yang rata-rata memiliki sawah dan ladang sebagai penghasilan mereka, sebagian sudah menfokuskan mata pencahariannya pada budidaya rumput laut karena hasilnya cukup menjanjikan meskipun sebenarnya sector pertanian juga penting untuk kebutuhan pangan mereka.  Budidaya rumput laut didaerah Sumba Timur ini tidak hanya didukung oleh sumber daya perairan yang cukup menunjang. Namun juga didukung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Daerah setempat dan Bank NTT. Dukungan yang diberikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan serta Pemda setempat yaitu telah dibangunnya pabrik pembuatan tepung rumput laut sehingga output rumput laut yang dihasilkan oleh pembudidaya dapat langsung di olah dan diekspor ke Singapura, Malaysia dan Korea (Dinas KP Sumba Timur, 2010).  Sedangkan dukungan dari Bank NTT berupa pinjaman lunak tanpa agunan kepada kelompok pembudidaya rumput laut sehingga modal untuk investasi dan pengembangan budidaya rumput bagi masyarakat semakin meningkat dan meluas. Peningkatan profesionalisme Sumber Daya Manusia pembudidaya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur juga merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi rumput laut. Dengan adanya kegiatan pelatihan budidaya rumput laut yang dilaksanakan oleh BPPP banyuwangi, seluruh peserta pelatihan merasakan peningkatan pengetahuan, wawasan dan keterampilan mereka akan budidaya rumput laut. Adanya kerjasama dan sinergi antara BPPP Banyuwangi, Dinas Kelautan dan Perikanan Sumba Timur dan Bank NTT maka diharapkan produksi rumput laut didaerah Sumba Timur semakin meningkat dan Indonesia dapat menjadi penghasil rumput laut terbesar di dunia pada Tahun 2015.


 Sumber : Tim Publikasi BPPP Banyuwangi


Thursday, July 1, 2010

AS Naikkan Permintaan Udang Indonesia Hingga 20-30%

Bencana tumpahan minyak di laut Meksiko membawa berkah bagi industri udang di Jawa Timur (Jatim.) Pasalnya, sejak bencana itu* terjadi para pelaku usaha pengolahan dan budi daya udang di Jatim kebanjiran permintaan.

"Permintaan udang dari US meningkat hingga 20% hingga 30% sejak bencana tumpahan minyak di laut Meksiko. Pembeli di sana khawatir udang tercemar minyak," ujar Wiyanto Leo, direktur PT Sekar Bumi Tbk, di Surabaya, Camis (1/7).

Sayangnya, permintaan tinggi tersebut tidak seluruhnya bisa dipenuhi karena kini produsen pengolahan udang dalam negeri sedang kesulitan pasokan bahan baku. Iklim yang kurang mendukung serta serangan virus mengakibatkan banyak udang di tempat budi daya mati.

"Meski demikian, kami melihatnya sebagai peluang bagus dalam memperkuat pasar ekspor ke AS,"terang Wiyanto. Lebih lanjut dia menjelaskan, pihaknya tahun ini optimistis pasar udang, baik di dalam maupun luar negeri bakal membaik, setelah beberapa tahun terakhir terpukul krisis global dan gagal panen karena penyakit Terlebih lagi kepercayaan dari pembeli di pasar ekspor terutama AS yang mulai pulih, turut mendukung kondisi yang lebih baik.

"Tahun ini kami memperoleh order dari Sysco, suplierhzsft laut terbesar di AS. Ini yang membuat kami bersemangat lagi untuk berupaya meningkatkan kapasitas produksi tahun ini," ujarnya. Produksi 700 ton per Bulan . Rencananya, Sekar Bumi akan menambah kapasitas produksi dari saat ini sekitar 500 ton per bulan menjadi 700 ton per bulan. Untuk keperluan penambahan kapasitas produksi ini, perseroan telah menganggarkan dana Rp 5 miliar untuk penambahan mesin grading.cooking, pembekuan, serta mesin pembuat ice flake.

Saat ini, menurut Wiyanto, kontribusi pasar ekspor AS terhadap total ekspor perseroan sekitar 75%-80%. Dengan terbukanya pasar di AS untuk produk udang dari Jatim, tak hanya memberi peluang bagi pelaku usaha pengolahan udang, tapi juga petani tambak di Jatim. "Tapi peluang ini tentunya tidak akan bisa ditangkap jika tidak ada dukungan regulasi terutama terkait dengan bahan baku udang. Misalnya, saat ini banyak regulasi yang harus dijalani agar produk udang bisa masuk," katanya.

Direktur PT Sekar Bumi Tbk Freddy Adam menambahkan, pihaknya berharap revitalisasi tambak udang 1.000 hektare (ha) yang mulai digulirkan pemerintah segera berhasil. Keberhasilan revitalisasi bisa berdampak positif pada peningkatan industri pengolahan udang terutama di saat permintaan udang dunia meningkat. (Ros)

Sumber : Investor Daily 2 Juni 2010 h. 21


BPPP Banyuwangi Berupaya Meningkatkan Bulk Commodity Dalam Menunjang Minapolitan

Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia diperlukan pengelolaan yang berorientasi jangka panjang (sustainability management). Pengembangan perikanan tangkap dalam program Minapolitan dapat dilakukan melalui efisiensi usaha baik teknis maupun sumberdaya manusianya sebagai upaya meningkatkan produktifitas dan peningkatan produksi perikanan tangkap. Dalam upaya meningkatkan produksi hasil tangkap, dapat dilakukan dengan otimalisasi usaha penangkapan ikan yang bersifat ”bulk commodity” yaitu mengembangkan penangapan ikan terhadap jenis-jenis komoditas perikanan dalam jumlah massal.  Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan perikanan tangkap berbasis jaring lingkar atau lebih dikenal dengan penangkapan ikan dengan jaring purse seine.
Dalam rangka implementasi kebijakan peningkatan produksi perikanan terbesar tahun 2014, pengembangan SDM Perikanan tangkap diperlukan sebagai upaya optimalisasi penggunaan alat tangkap secara efektif dan efisien dan bertanggungjawab.  Untuk itulah BPPP Banyuangi menyelanggarakan pelatihan penangkapan ikan dengan purse seine bagi nelayan Kabupaten Tanah Bumbu bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan.

Dipilihnya lokasi pelatihan tersebut dikarenakan Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan memiliki panjang garis pantai sekitar 158,7 Km2 dan luas perairan 640 Km² merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan usaha kelautan dan perikanan di bidang penangkapan ikan. Sumberdaya manusia yang memadai serta teknologi yang ramah lingkungan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat kelautan dan perikanan khususnya di Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan. Purse seine merupakan jenis alat tangkap yang cukup dominan dipergunakan oleh nelayan di beberapa perairan Indonesia. Purse seine atau pukat cincin adalah suatu alat yang efektif untuk penangkapan jenis ikan pelagis yang gerombolannya besar (layang, lemuru, tuna, cakalang dan ikan-ikan pelagis kecil lainnya).


Sumber : Tim Publikasi BPPP Banyuwangi









Wednesday, June 30, 2010

Dilema Pengelolaan Sumber Daya Perairan

Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah. Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber daya yang sangat potensial ini-sebagai sumber protein yang sehat dan murah-bisa terancam kelestariannya. Kondisi ini tidak terlepas dari  semakin terancamnya kehidupan biota biota dan lingkungan perairannya. Dengan demikian, sangat diperlukan upya untuk mengelola sumberdaya perairan secara bijak dan konsisten untuk menjaga kelestariannya.  Hal ini terutama dalam menjaga keseimbangan antara biota dan abiota.  Menurut Sujiran (1984) yang menyatakan bahwa pentingnya menjaga keseimbangan karena organisme perairan cenderung membutuhkan yang layak, organisme ini juga sangat terpengaruh dengan perubahan kondisi lingkungan. Perubahan kondisi lingkungan ini yang meliputi temperatur air, salinitas atau kadar garam, PH, transparansi, gerakan air, kedalaman, topografi dasar perairan, kandungan dasar perairan, kandungan oksigen, kandungan nutrisi perairan dsb. Ikan-ikan juga cenderung bergerombol dalam jumlah yang sesuai dengan kondisi lingkungan dengan segala perubahannya.

Dijelaskan oleh Nybakken, (1992) yang berpendapat bahwa sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat pulih kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak terbatas. Oleh karena itu perlu dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan agar kontribusinya terhadap ketersediaan nutrisi, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Hal ini seperti ditegaskan oleh Surur (200), bahwa pengelolaan sumberdaya ikan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan operasi penangkapan ikan dan sasaran penangkapan ikan yang dilakukan. Usaha-usaha untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan, sebenarnya telah dilakukan sejak lama oleh berbagai ahli penangkapan ikan di seluruh dunia.

Seperti dijelaskan oleh Supriharyono (2000) yang menyatakan bahwa semakin menipisnya sumberdaya alam di wilayah daratan menyebabkan banyak program pembangunan yang bergeser ke wilayah pesisir dan lautan yang dinilai masih memiliki sumberdaya ber nilai ekonomis tinggi. Upaya untuk meningkatkan peran sumberdaya pesisir dan kelautan dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat ternyata selama ini masih dihadapkan pada beberapa kendala. Antara lain kemiskinan nelayan dan masyarakat pesisir, keterbatasan peraturan, konflik penggunaan ruang,  kerusakan lingkungan.Manurut Dahuri (2001), bahwa ada beberapa faktor utama yang mengancam kelestarian sumberdaya keanekaragaman hayati laut adalah: (1) pemanfatan berlebih (over exploitation) sumberdaya hayati, (2) penggunaan teknik dan peralatan penangkap ikan yang merusak lingkungan, (3) perubahan dan degradasi fisik habitat, (4) pencemaran, (5) introduksi spesies asing, (6) konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, dan (7) perubahan iklim global serta bencana alam.

Meskipun potensi sumberdaya periaran terutama perikanan laut Indonesia sangat besar ternyata belum semua tergali secara optimal. Dengan luas perairan  5,8 juta km2 (termasuk ZEEI), potensi lestari sumber daya ikan 6,4 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatannya baru 5,5 juta ton/tahun.  Dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah laut yang terdiri dari 0,8 juta km² laut territorial, 2,3 juta km² laut nusantara, dan 2,7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan jumlah pulau sekitar 17.508 dan garis pantai sepanjang 81 ribu km tidak hanya menempatkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, tetapi juga menyimpan sumberdaya kekayaan laut baik secara kuantitas maupun diversitas (DKP, 2005). Data FAO menunjukkan, dari 52 negara papan atas dunia penghasil ikan, Indonesia saat krisis moneter berawal pada 1997 menempati urutan ke-7 dengan produksi lebih dari 3,65 juta ton. Cina tetap nomor wahid, lebih dari 16,7 juta ton, disusul Peru, Jepang,Chilli,, AS, dan Rusia. Di bawah Indonesia adalah India dan Thailand (DKP, 1999).  Indonesia benar-benar dikenal sebagai kawasan tangkapan ikan yang sangat potensial di dunia. Bahkan tahun pada tahun 1980 an, perairan Indonesia dianggap sumber daya ikan (SDI) terbesar di dunia setelah kawasan-kawasan lain di bumi ini telah ludes dijaring nelayan dari berbagai negara. Dari sajian angka Departemen Kelautan dan Perikanan (1999), SDI Indonesia tak kurang dari 8,2 juta ton. Dari angka ini, sedikitnya 6,7 juta ton termasuk ikan layak tangkap (TAC= total allowable catch).

Beberapa upaya dilakukan untuk dapat mengelola sumber daya perikanan secara konsiten,  bahkan terus mencari dan menyempurnakan cara yang tepat untuk diterapkan. Salah satu contohnya adalah pembagian daerah perairan di Indonesia menjadi sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Pembagian wilayah ini didasarkan pada daerah tempat ikan hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan.  Pengelompokan tidak didasarkan pada kemiripan ekosistem yang ada, tetapi lebih kepada lokasi pendaratan ikan. Hal ini berpotensi misleading karena dapat terjadi bahwa WPP Laut Jawa dianggap memproduksi tuna tinggi, padahal tuna tersebut sebenarnya berasal dari Samudra Hindia. Tuna ini seolah-olah berasal dari Laut Jawa karena didaratkan di Pelabuhan Muara Baru Jakarta, yang masuk WPP Laut Jawa.

Aspek pengelolaan wilayah ini erat kaitannya dengan kondisi stok ikan di perairan Indonesia. Kemampuan menduga jumlah populasi ikan (stock assessment) secara akurat sangat ditentukan ketersediaan informasi dan data yang tepat. Kegiatan pendugaan stok ikan disebut sebagai fish stock assessment dan metode yang digunakan disebut stock assessment methods. Dijelaskan oleh Wiyono (2005), bahwa stock assessment merupakan suatu kegiatan pengaplikasian ilmu statistika dan matematika pada sekelompok data untuk mengetahui status stok ikan secara kuantitatif untuk kepentingan pendugaan stok ikan dan alternatif kebijakan ke depan.

Sebenarnya hal ini sudah menjadi perhatian para peneliti maupun pengambil kebijakan di lingkungan kelauatan dan perikanan.  Lebih lanjut Wiyono (2005) menyatakan bahwa  penentuan jumlah tangkap maksimum lestari (maximum sustainable yield) atau yang lazim dikenal dengan MSY perlu disikapi hati- hati. Berbagai asumsi dalam perhitungan MSY telah banyak berubah dan tidak valid lagi. Salah satu contoh adalah faktor teknologi yang berkembang dengan pesat sehingga kemampuan penangkapan oleh satu unit alat tangkap (catch per unit effort/CPUE) akan sangat dinamis mengikuti perkembangan teknologi. Artinya, koefisien kemampuan penangkapan (catchability coefficient) yang digunakan dalam perhitungan MSY tidak dapat dianggap konstan karena sangat bergantung pada perkembangan teknologi.
Hal lain yang ingin di tekankan adalah pemahaman mengenai Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Setiap tahun Indonesia rugi Rp 1-4 miliar dollar AS akibat kegiatan pencurian ikan.(DKP 2005).  Selain kerugian finansial, kerugian terbesar dialami sumber daya perikanan itu sendiri.  Illegal fishing pada dasarnya merupakan bentuk pelanggaran yang berorientasi pada peraturan yang berlaku  Konsep dasar peraturan yang berkaitan dengan perikanan didasarkan pada kebutuhan  kelesatarian sumberdaya perikanan dan ekonomi.  Dalam sisi kelestarian sumberdaya perikanan tentu saja untuk menjaga agar sumberdaya ikan tidak punah dan selalu terjaga agar dapat dimanfaatkan secara kontinyu dalam jangka panjang.  Sedangkan dalam sisi ekonomi, didasarkan pada kebutuhan untuk mendapatkan keuntungan atau devisa bagi negara. Pada akhirnya semakin disadari bahwa pengelolaan sumberdaya perairan begitu penting dalam mempertahankan aksistensi kelestarian alam untuk kepentingan umat manusia.



Pustaka
  1. Dahuri, Rokhmin, dkk. (2001). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta
  2.  DKP., 1999., Statistik Perikanan.  Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta
  3. DKP., 2005., Revitalisasi Perikanan, Sekretariat Jenderal. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta
  4. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. Penerbit PT. Gramedia
  5. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka alam, Jakarta.
  6. Sudjiran Resosudarmo,  1984., Pengantar Ekologi, CV. Remaja Karya, Bandung
  7. Surur F., 2000.  Alat dan Cara Penangkapan Ikan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta
  8. Eko Sri Wiyono, 2005.  Stok Sumberdaya Ikan dan Keberlanjutan Kegiatan Perikanan, INOVASI Vol.4/XVII/Agustus 2005


Memilih Ikan Budidaya

Supaya budidaya ikan air tawar yang dijalankan berhasil sesuai dengan yang ditargetkan, pembudidaya harus mampu mempertimbangkan bebagai factor. Salah satu factor tersebut adalah memiliki pengetahuan dalam memilih ikan air tawar yang berkualitas, yakni sesuai dengan kondisi lokasi budidaya, mudah dibudidayakan, laku dipasaran, dan tentunya menciptakan kenyamanan tersendiri bagi pembudidaya ikan air tawar.

Bisa jadi ikan yang cocok dan berhasil dibudidayakan disuatu daerah belum tentu cocok untuk daerah yang lainnya karena banyak factor yang mempengaruhi. Faktor tersebut antara  lain sumber air, suhu lingkungan, serta kondisi kolam yang ada.

Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah jenis ikan air tawar yang akan di budidayakan. Setiap jenis ikan memiliki spesifikasi yang berbeda. Untuk itu, pembudidaya harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

A.      Penguasaan tehnik budidaya. Untuk memulai usaha budidaya ikan tentu teknologi budidaya yang digunakan harus dapat dikuasai terlebih dahulu sehingga pembudidaya akan lebih mudah dalam melakukan pengelolaannya.

B.      Pilih ikan air tawar yang mempunyai ketahanan tubuh baik. Seperti halnya mahluk hidup lainnya, ikan juga mudah mengalami stress atau kematian. Terutama bila kondisi lingkungan hidupnya buruk. Oleh karena itu, ikan yang cukup tahan lebih mudah dalam menanganinya karena tidak memerlukan banyak penanganan khusus.

C.      Stabilitas harga. Ikan yang akan dibudidayakan sebaiknya memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan dalam segmentasi dan kondisi apapun.Tujuannya adalah supaya ikan yang dihasilkan tetap laku dipasaran dengan harga yang bagus, meskipun dijual dalam segmen benih atau konsumsi disegala ukuran.

D.      Relatif digemari masyarakat. Ikan air tawar yang sudah dikenal dengan citarasa yang enak dan digemari masyarakat tentu akan lebih menguntungkan karena daya serapnya cukup bagus sehingga mudah dipasarkan.

E.       Pertumbuhannya cepat. Ikan air tawar dengan pertumbuhan yang cepat lebih menguntungkan karena pemberian pakan dan waktu pemeliharaan menjadi sebentar. Pertumbuhan ikan yang cepat dapat dipacu dengan memanfaatkan pakan dengan gizi yang baik dan takaran yang optimal.

F.       Pakan ikan mudah didapat. Kemudahan dalam memperoleh pakan dengan harga yang murah merupakan salah satu factor yang bisa meminimalisir biaya produksi sehingga keuntungan yang diperoleh bisa maksimal.


Tuesday, June 29, 2010

Fighting the Last Revolution


In this case the neolithic revolution. The neolithic revolution is the term that’s used to describe the long, slow process by which human beings abandoned wandering around and scrounging up their food (“hunting and gathering”) to staying in one place and taking a more active role in producing their food (agriculture). This process started more than 10,000 years ago and continues right down to the present day.

It probably all started something like this. Long, long ago a band of human beings happened upon a patch of melons or some other equally delectable morsel, stopping long enough to eat up all of the melons, toss the leftover seeds and rinds around, and maybe even leave some of their excrement on the site. The next year, remembering last year’s feast, the band returned to the area, hoping for a repeat. Eventually some enterprising person noticed that the more they spread the seeds around the more melons there were the next year and decided to try dispersing the seeds even farther. Maybe they even noticed that the melons prospered more where they’d left their excrement the year before so they decided to spread that around a bit, too.

They may also have started deliberately choosing the tastiest and largest melons and preferentially selecting their seeds to spread around. Other innovations might have included tilling the soil a bit to improve the likelihood of germination or putting up barriers to prevent other critters from getting in on the feast first.

If they were successful enough, they eventually decided to stay around and tend these gardens to improve their yields and protect them from competitors. First horticulture, then agriculture was born.

Nowadays most human being live from the products of agriculture but there is one major exception to this: fish. We still catch vast amounts of wild fish from the rivers, lakes, and oceans. Unlike 10,000 years ago there are innumerably more of us trying to get in on the catch and we’re tremendously better at it than we used to be. Huge factory ships ply the oceans sucking practically every living thing out of a patch of ocean, processing them right there on the ships, and moving on.

I used to think that the obvious solution to this environmental degradation was aquaculture, extending the agricultural revolution to fish and crustaceans. Then I learned how inefficient aquaculture was and that it takes between 2 and 15 pounds of wild caught protein to feed one pound of cultivated seafood. Obviously, that’s no solution. It might be someday or it may never be. It’s certainly no solution right now.

Sumber : Aquaculture News


Monday, June 28, 2010

Pupuk Ramah Lingkungan dari Rumput Laut

Berbagai jenis rumput laut yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis ternyata bisa digunakan sebagai bahan baku pupuk organik. Kandungan unsur hara mikro dan makronya lebih tinggi dari pupuk urea.

Lautan menyimpan begitu banyak sumber daya hayati yang bernilai jual tinggi. Selain beragam jenis ikan, kekayaan laut lainnya yang bermanfaat bagi manusia ialah rumput laut. Selama ini, rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, seperti jelly atau agar-agar, roti, salad, saus, dan es krim.

Selain bahan makanan, tumbuhan laut yang termasuk keluarga gangga itu dapat diolah menjadi minuman semisal yoghurt dan sirup. Rumput laut juga kerap diekstrak untuk dijadikan bahan baku farmasi, kosmetika, dan bahan bakar. Karenanya, tidak heran jika rumput laut jenis tertentu banyak dibudidayakan untuk memasok kebutuhan industri.

Menurut peneliti utama bidang produk alam laut dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rachmaniar Rachmat, ada beberapa jenis rumput laut bernilai ekonomi tinggi dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Beberapa di antaranya Eucheuma, Gracilaria, dan Microphylum.

Ada lebih dari 600 spesies rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia. Spesies-spesien rumput laut itu digolongkan ke dalam empat kelas, yaitu ganggang merah {Rhodophyceae), ganggang cokelat {Phaeophyceae), ganggang hijau (Chlorophyceae), dan ganggang hijau-biru [Cyanophyceae).

Sayangnya, sebagian besar rumput laut itu belum diteliti dengan lebih mendalam mengenai kandungan zat-zatnya. Alhasil, jenis-jenis rumput laut itu dianggap memiliki nilai ekonomi yang rendah.

Rachmaniar mengatakan kebanyakan rumput laut yang kurang prospektif itu hidup liar di wilayah perairan Indonesia Timur, terutama di sekitar Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Jumlah rumput laut yang dianggap bernilai ekonomi rendah itu sebenarnya berpeluang untuk dijadikan pupuk yang mengandung unsur hara makro dan mikro cukup tinggi.

Hal itu dapat dibuktikan dari adanya tumpukan limbah rumput laut di lingkungan sekitar industri yang memanfaatkan sumber daya nabati laut itu. Di tumpukan limbah rumput laut yang telah melapuk itu biasanya tumbuh gulma atau beraneka ragam tanaman.

"Hal itu menjadi indikasi rumput laut mengandung senyawa yang bermanfaat bagi tanaman," ujar Rachmaniar yang juga menjadi Sekretaris Eksekutif Asosiasi Rumput Laut Indonesia.

Karena merupakan limbah industri, tumpukan rumput laut itu sudah terkontaminasi berbagai macam bahan kimia. Alhasil, kandungan pupuk yang dihasilkannya pun turut tercemar.
Berdasarkan hal itu ditelitilah kemungkinan membuat pupuk dari rumput laut yang bebas dari bahan kimia. Rumput laut yang dimanfaatkan ialah rumput laut yang dianggap bernilai ekoriomi rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Rachmaniar diketahui rumput laut jenis Turbinaria dan Sargasum memiliki unsur hara makro dan mikro yang cukup lengkap. Unsur hara makro di antaranya nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur. Sedangkan unsur hara mikro antara lain besi, mangan, tembaga, seng, molibden, boron, dan klor.

"Unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk rumput laut itu lebih banyak daripada pupuk urea yang dijual di pasaran," klaim Rachmaniar.

Lebih lanjut, Rachmaniar menjelaskan pembuatan pupuk rumput laut dalam bentuk padat diawali dengan menghancurkan rumput laut sampai halus.
Tujuannya, agar bakteri penghancur dalam proses fermentasi dapat bekerja maksimal. Selain itu, senyawa laktosan (senyawa gula) dapat mudah menyatu.
Semua bahan baku pembuatan pupuk rumput laut itu dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah semisal drum, plastik, atau tempat yang memungkinkan berlangsungnya proses fermentasi kedap udara. Apabila selama fermentasi terdapat udara, maka proses pembuatan pupuk pun akan gagal. Waktu fermentasi optimal untuk membuat pupuk rumput laut padat itu sekitar dua pekan. Setelah itu, pupuk dapat diberikan pada tanaman sayur, buah, dan bunga.

Selain pupuk padat, ada pula pupuk rumput laut cair. Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat pupuk cair tidak berbeda dengan pupuk padat.

Perbedaan hanya terletak pada proses pembuatan dan lamanya waktu fermentasi. Pupuk rumput laut cair membutuhkan penambahan air dengan waktu fermentasi selama lima hari.

Lebih Subur

Rachmaniar memaparkan berdasarkan hasil uji antara pupuk rumput laut baik padat, cair, maupun campuran keduanya dengan urea diketahui kondisi tanaman menggunakan pupuk rumput laut lebih subur. Dalam uji coba penyemprotan pupuk rumput laut dilakukan dua kali selama masa tanam.

Secara umum, tanaman yang diberi pupuk rumput laut menghasilkan batang lebih besar dan tegak, urat daun terasa kasar, batang tidak mudah patah, dan daun berwarna hijau serta tidak mudah sobek. Sedangkan tanaman yang disiangi pupuk urea memiliki batang yang mudah rebah dan patah, daun berwarna hijau tua, urat daun terasa halus, serta mudah sobek.

Uji efektivitas pupuk rumput laut pada tanaman selama empat pekan memberikan hasil tinggi tanaman yang diberi pupuk padat mencapai 32,8 sentimeter. Sedangkan tanaman yang diberi pupuk urea tingginya mencapai 32,2 sentimeter.

Panjang daun tanaman yang menggunakan pupuk rumput laut padat mencapai 13,7 sentimeter, sedangkan daun tanaman yang menggunakan pupuk urea memiliki panjang 9,3 sentimeter.

"Dari hasil uji efektivitas dapat ditarik benang merah bahwa dengan melihat kekuatan tanaman, ketahanan terhadap lingkungan, serta ukuran tanaman, maka paling efektif menggunakan pupuk rumput laut padat," ujar Rachmaniar. Formula pupuk rumput laut itu rencananya akan dikomersialkan lewat suatu perusahaan swasta pada tahun ini.

Menurut doktor bidang kimia bahan alam dari Universitas Padjajaran, Bandung, itu meski memiliki banyak kelebihan, pupuk rumput laut juga memunyai kelemahan. Daun tanaman yang diberi pupuk rumput laut banyak yang berlubang karena dimakan ulat ketimbang daun tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia.
Namun, di sisi lain, hal itu bisa menjadi indikator bahwa tanaman tidak membahayakan kesehatan manusia ketika dikonsumsi. "Kalau ulat saja takut mengonsumsi kimia, tentu ada sebabnya. Hal itu menujukkan tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia sebenarnya berbahaya jika dikonsumsi manusia" ujar Rachmaniar.




Sumber : Koran Jakarta


Pola Kemitraan untuk Sebuah Usaha Perikanan

Perikanan sebagai komoditas yang sedang berkembang dan terus tumbuh memiliki keunggulan yaitu:
a) Usaha perikanan termasuk usaha yang perputarannya cepat (quick yielding), yaitu sekitar 5 bulan dapat melakukan panen
b) Ikan oleh negara-negara maju dikatagorikan sebagai bahan organik, sehingga memungkin produk ini dapat diekspor ke luar negeri tanpa quota/batasan volume (nonqouta product)
c) Sebagai makanan masa depan (future food) yang menyehatkan tubuh, maka permintaan akan produk ini akan terus meningkat seiiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan kesadarannya
d) Indonesia (termasuk Jambi) memiliki potensi perikanan yang cukup tinggi (high potency).

Pendekatan Efisiensi Usaha
Dalam era globalisasi, dunia usaha akan dihadapkan pada suatu tatanan hidup yang penuh dengan persaingan, baik persaingan dengan Provinsi tetangga untuk pasar lokal maupun dengan negara luar untuk pasar internasional. Faktor kunci agar suatu kegiatan usaha dapat bertahan di era penuh persaingan ini yaitu dimilikinya daya saing yang tinggi, yang hanya bisa dicapai dengan adanya kegiatan usaha yang efektif dan efisien.

Guna menjawab tantangan diatas, agar suatu usaha dapat berjalan dengan efektif dan efisien yaitu dengan membangun kemitraan usaha, dengan kemitraan diharapkan dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas serta transfer teknologi.

Karakteristik dan Permasalahan  Usaha Kecil
Pada umumnya di negara-negara berkembang, baik di Asia maupun di Afrika, usaha kecil merupakan tulang punggung perekonomian negara. Hal ini disebabkan karena jumlah pelakunya yang sangat banyak serta jumlah kumulatif modalnya cukup tinggi. Sehingga usaha kecil memiliki peranan yang sangat penting dan strategis, baik secara makro maupun mikro. Pada tingkat makro usaha kecil berperan dalam penyerapan tenaga kerja non formal, penyedia bahan baku bagi usaha besar, dan dalam perolehan devisa. Sedangkan pada tingkat mikro, usaha kecil berperan sebagai sumber penghasilan keluarga, wadah bagi para calon wira-usahawan.

Adapun permasalahan yang sering dihadapi oleh usaha kecil diantaranya aspek lemahnya kualitas sumberdaya manusia yang berdampak kepada: 1) Pengelolaan usaha yang belum profesional, terutama dalam hal pembukuan, pemasaran dan pembiayaan lainnya. 2) Sulitnya mendapatkan pinjaman modal dari perbankan, mengingat usaha ini tidak memiliki agunan yang cukup. 3) Perkembangan usaha sangat tergantung kepada pribadi si pengusaha, 4) Lemahnya inovasi teknologi, financial, manajemen, pemasaran hasil dan akses terhadap pelayanan pendukung.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit usaha kecil yang mengalami kegagalan, namun sebaliknya banyak juga usaha kecil yang mencapai keberhasilan. Biasanya usaha kecil yang mencapai keberhasilan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Kemandirian
yang tinggi, dari aspek permodalan, pemasaran mapun dukungan serta fasilitas dari pemerintah. 2) Memiliki komitmen yang tinggi serta selalu bekerja keras. 3) Bersikap proaktif dan inovatif.

Dalam pengembangan usaha kecil disktor perikanan di Indonesia, terdapat beberapa pola atau bentuk kemitraan antara usaha kecil atau petani dengan pengusaha besar, yang dapat digolongkan sebagai berikut:
  1. Pola kemitraan inti-plasma. Pada pola ini umumnya merupakan hubungan antara petani, kelompok tani sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Sedangkan kelompok mitra berkewajiban memenuhi kebutuan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Pola ini dapat diterapkan dalam pengembangan Tambak Inti Rakyat.
  2. Pola Kemitraan subkontrak. Pola ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan dengan kelompok mitra yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari hasil produksinya. Pada pola ini ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang menyangkut volume, harga, mutu dan waktu. Pola ini sangat bermanfaat dalam transfer alih teknologi, modal, ketrampilan, dan produktifitas.
  3. Pola Kemitraan dagang umum. Pola ini merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Dalam pola ini pihak yang terlibat adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas tertentu. Penerapan pola banyak dijumpai pada kegiatan agribisnis hortikultura, dimana kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi kemudian bermitra dengan swalayan atau kelompok supermarket. Pihak kelompok tani berkewajiban memasok barang-barang dengan persyaratan dan kualitas produk yang telah disepakati bersama.
  4. Pola kemitraan kerjasama operasional. Pola kemitraan ini merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Umumnya kelompok mitra adalah kelompok yang menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja. Sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaaan sarana produksi lainnya. Terkadang perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin pasar dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Pola ini sering diterapkan pada usaha perkebunan tebu,tembakau,   sayuran   dan   pertambakan.   Dalam   pola   ini   telah   diatur  tentang   kesepakan pembagian hasil dan resiko. 

Sunday, June 27, 2010

Teknik Pembuatan Pupuk Rumput Laut

Rumput laut dapat digunakan untuk pupuk organik bagi tumbuh-tumbuhan.Rumput laut yang merupakan komoditas perikanan yang berupa tumbuhan, sekarang telah banyak dilakukan budidaya di perairan lepas pantai. Berikut teknik pembuatan pupuk dari rumput laut
  1. Rumput laut dalam bentuk padat diawali dengan menghancurkan rumput laut sampai halus. Tujuannya, agar bakteri penghancur dalam proses fermentasi dapat bekerja maksimal. Selain itu, senyawa laktosa (senyawa gula) dapat mudah menyatu;
  2. Semua bahan baku pembuatan pupuk laut itu dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah semisal drum, plastik, atau tempat yang memungkinkan berlangsungnya proses fermenatasi kedap udara;
  3. Waktu fermentasi optimal untuk membuat pupuk rumput laut padat itu sekitar dua pekan;
  4. Selain pupuk pada, ada pula pupuk rumput laut cair, Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat pupuk cair tidak berbeda dengan pupuk padat;
  5. Perbedaan hanya terletak pada proses pembuatan dan lamanya waktu fermentasi. Pupuk rumput laut cair membutuhkan penambahan air dengan waktu fermentasi selam lima hari.

Keunggulan Usaha Perikanan-Kelautan Berbasis Teori Efektivitas Organisasi

Usaha perikanan DIY 20 tahun terakhir penuh dinamika. Tingkat keberhasilannya sungguh variatif antara satu dengan lainnya. Ada yang tumbuh kemudian mati ada yang bertahan, beberapa lainnya malah berkembang mengagumkan. Beberapa ahli menanalisa efektivitas operasional dan strategi merupakan dua aspek esensial untuk mencapai tingkat kinerja usaha yang tinggi. Hasilnya, usaha kelompok bisa tumbuh dan berkembang serta bertahan dengan baik.

Substansi efektivitas operasional adalah upaya melakukan aktivitas yang sama secara lebih baik dari yang dilakukan oleh pesaingnya. Termasuk semua aktivitas yang memungkinkan sebuah institusi usaha (kelompok pembudidaya ikan, nelayan, pengolah maupun pemasar produk perikanan) memanfaatkan sumberdayanya secara lebih baik. Beberapa pelaku usaha mampu mendapatkan hasil yang lebih baik dari pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki karena dapat meminimalisir kegiatan yang tidak efisien, menerapkan teknologi yang lebih tepat, memotivasi organisasi secara lebih baik atau memiliki kemampuan untuk mengakses bahan baku secara lebih baik.

Penyedia benih lele, Kelompok Tani Ikan Mino Ngremboko, Sleman, bisa jadi contoh kasus menarik, sebagai contoh kasus menarik. Sejak 1987, efektivitas operasional dilakukan dengan cara melakukan usaha budidaya secara bersama-sama antara membenihkan lele dumbo dengan beternak burung puyuh. Keduanya saling menunjang, Kotoran puyuh dimanfaatkann untuk pupuk pada proses pembenihan lele dumbo atau ikan sejenisnya.

Sejak 1995, berbarengan bertambahnya luasan lahan pembenihan, kebutuhan pupuk kotoran puyuh makin besar. Kotoran puyuh berfungsi sebagai penumbuh plankton dan biota-biota air lain untuk makanan alami ikan. Selain itu limbah puyuh ini juga mampu mencegah berbagai penyakit ikan yang berasal dari jamur dan aeromonas, menjaga kestabilan suhu dan pH, sementara amoniaknya mampu mengusir ular (hama ikan) dan tikus (hama pakan), memperkeruh air kolam untuk kenyamanan lele dan sekaligus menghilangkan lumut. Ketiadaan lumut membuat konversi pakan lebih efisien. Ransum tidak tersangkut di lumut, sehingga pakan terkonsumsi efektif dan tidak mencemari kolam.

Kombinasi kandang puyuh dan kolam pembenihan, menurut Saptono, mantan ketua Kelompok Tani Ikan ino Ngremboko, sangat efektif. Kotoran puyuh yang bercerna cepat bisa menjadi tambahanmakanan. Dia mengatakan keberhasilan pembenihan lele 60-70 persen ditentukan oleh kotoran puyuh. Di samping itu, penggunaan kotoran puyuh sebagai pupuk dapat menekan biaya operasional hingga 20 persen. Pada dekade awal pembentukan usaha, kelompok tani ini menerapkan pondasi kokoh teori efektifitas operasional dan strategis.

Berdasarkan perspektif manajemen, Total Quality Management telah digulirkan kelompok tani ini. Persaingan menggunakan kesempatan dan waktu, benchmarking, para anggota kelompok mengubah cara-cara yang mereka gunakan dalam melakukan aktivitas dalam rangka menghilangkan inefisiensi, meningkatkan kepuasan pelanggan dan mencapai tingkat kinerja terbaik.

Hal yang paling menarik dari sisi manajemen, efektivitas operasional dilakukan dengan merampingkan susunan organisasi kelompok. Susunan pengurus yang terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, koordinator pemasaran, pengawas produksi dan mutu, serta humas hanya ditempati satu orang tanpa wakil. Dengan satu orang yang menjabat, tanggung jawab kerja menjadi sangat jelas dan biaya operasional organisasi bisa ditekan. Dengan pendekatan manajemen seperti ini, pendapatan anggota kelompok bisa menjadi lebih baik. Alhasil, Kelompok Tani Ikan Mino Hremboko maju pesat. Pemasaran benih lele tidak sebatas wilayah DIY saja, tetapi sudah mencapai Jateng, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Karena permintaan yang makin menanjak, pemenuhan benih lele juga dilakukan dengan kerjasama luar kelompok. Saat ini suplai benih luar kelompok mencapai 20 persen.

Selain mengembangkan usaha pembenihan, kelompok tani ikan ini juga mengelola pasar ikan di kawasan tersebut, pada ban Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Fasilitas yang diberikan kepada konsumen adalah pelayanan plastik gratis, oksigen, dan diantar sampai tujuan.

Likuiditas usaha yang lancar dan transparan membuat kepercayaan perbankan meningkat untuk meminjamkan uangnya, sebagai langkah untuk mengembangkan usaha kelompok tersebut. Berbagai penghargaanpun diraih kelompok tani Mino Ngremboko. Pada tahun 1997, Pemerintah Provinsi DIY memberi piagam penghargaan dan pengukuhan kelompok tani ikan ini sebagai kelompok tani kelas utama. Bahkan, pada bulan November 2001 memperoleh predikat juara I intensifikasi pembenihan rakyat (Inperak) tingkat nasional.

Inti dari strategi bersaing adalah memilih sekelompok aktivitas usaha yang berbeda dalam rangka menghasilkan kombinasi nilai yang unik. Pilihan posisi stategis ini tidak hanya menentukan aktivitas yang akan dilakukan oleh suatu organisasi dan bagaimana masing-masing aktivitas disusun, tetapi juga bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Efektivitas operasional berkaitan dengan tercapainya tingkat terbaik dalam melakukan masing-masing aktivitas atau fungsi. Sedangkan strategi berkaitan dengan pengkombinasian berbagai aktivitas.

Contoh kasus lain adalah Nuraji, pelaku usaha pengolah ramput laut, di Gunungkidul. Dia memulai usaha sejak 25 tahun lalu. Meski dengan teknologi sederhana, terbukti Nuraji mampu bertahan di tengah krisis yang melanda.

Nuraji mengembangkan usaha berdasarkan potensi sumberdaya rumput laut lokal yang ada di Kabupaten Gunung Kidul. Karakteristik pantai Kabupaten Gunung Kidul yang berkarang, memungkinkan tumbuhnya berbagai plasma nutfah rumput laut dengan kelimpahan jenis yang sangat beragam. Nuraji mampu menarik hati pembudidaya rumput laut, sebab dia membeli semua jenis tanpa kecuali, meski dengan harga bervariasi. Ini berbeda dengan pengolah lain yang hanya membeli jenis rumput laut tertentu saja.

Berbagai jenis ramput laut itu diolah untuk makanan jadi atau bahan baku produksi. Misalnya sebagai campuran pakan ternak, urapan/ kudapan makanan, makanan olahan (dodol dan agar-agar), industri kosmetik, dan farmasi. Cara inilah yang membuat Bapak Nuraji dapat menjalankan efektivitas operasional usahanya secara lebih baik. Produksi olahan rumput laut Pak Nuraji saat ini bahan pakan temak 20 kilogram per hari, tepung agar mencapai 20 kilogram per hari, agar kertas 25 kilogram per hari, manisan agar 15 kilogram per hari dan caraginan 60 kilogram hari.

Keunggulan Kelompok Tani Ikan Mino Ngremboko dan usaha pengolahan rumput laut milik Bapak Nuraji melibatkan seluruh sistem aktivitasnya, bukan kumpulan bagian-bagiannya saja. Keunggulan bersaingnya berasal dari bagaimana aktivitas-aktivitasnya disesuaikan dengan keadaan dan memacu aktivitas-aktivitas lainnya. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan saling melengkapi dengan cara menciptakan nilai ekonomis riil. Keduanya mampu menerapkan pondasi kokoh efektifitas organisasi.


Saturday, June 26, 2010

Macam-macam Jenis Ikan Marlin

Pemancing itu mendambakan sekali bisa dapat marlin. Menurut para pemancing kawakan, marlin itu hebat fight-nya. Jenis ikan ini juga cantik sekali. "Kalau terpancing, dia melompat ke atas permukaan 10 sampai 20 meter. Pemancing bisa melihat "musuh" di depannya itu. Ini sebuah pesona yang hanya bisa dinikmati sedikit orang," ujar Dadi Kartahadimadja, yang pernah mendapat marlin seberat 300 kg namun lepas, ketika mengikuti turnamen mancing di Manado. Tapi jika marlin terpancing, dia naik kepermukaan. Ada waktu untuk tarik ulur. Di sinilah pemancing fight bagaimana memenangkan pertarungan. Kapten kapal musti cekatan juga, membantu agar tali tidak putus. Caranya bisa memundurkan kapal agar posisi tali kendur dan ada kesempatan menggulung.

Pemancing itu mendambakan sekali bisa dapat marlin. Menurut para pemancing kawakan, marlin itu hebat fight-nya. Jenis ikan ini juga cantik sekali. "Kalau terpancing, dia melompat ke atas permukaan 10 sampai 20 meter. Pemancing bisa melihat "musuh" di depannya itu. Ini sebuah pesona yang hanya bisa dinikmati sedikit orang," ujar Dadi Kartahadimadja, yang pernah mendapat marlin seberat 300 kg namun lepas, ketika mengikuti turnamen mancing di Manado.

Tapi jika marlin terpancing, dia naik kepermukaan. Ada waktu untuk tarik ulur. Di sinilah pemancing fight bagaimana memenangkan pertarungan. Kapten kapal musti cekatan juga, membantu agar tali tidak putus. Caranya bisa memundurkan kapal agar posisi tali kendur dan ada kesempatan menggulung.

Ada beberapa jenis ikan marlin. Black marlin atau marlin hitam dalam bahasa ilmiah disebut Makaira indica. Kemudian ada blue marlin atau marlin biru (Makaira nigircan). Sailfish atau ikan layar disebut Istiophorus platypterus. White marlin atau marlin putih (Tetrapturus albidus). Dan swordfish atau ikan todak dengan nama latin Xiphias galduys Linnaeus. Masih ada lagi stripped marlin (Tetrapturus audax) dan spearfish (Tetrapturus pfiuegeri / Tetrapturus angustirostris / Tetrapturus belone).

Sail Fish atau Ikan Layar (Istiophorus platypterus)

Black Marlin atau Marlin Hitam (Makaira indica)
Ikan ini yang terdapat di Samudra Hindia dan menjadi buruan dalam kegiatan hobi olahraga memancing di Pelabuhan Ratu. Selain di situ juga terdapat di Samudra Pasifik. Berada pada air dengan suhu 21-30 derajat Celcius dan jarang dijumpai di perairan dingin.

Black marlin atau marlin hitam (Makaira indica)

Ikan ini dapat dengan cepat diidentifikasi karena ini satu-satunya marlin yang memiliki sirip punggung yang kaku. Sirip ini tidak bisa dilipat ke badannya. Garis punggungnya jarang sekali tampak jelas pada ikan dewasa. Punggungnya berwarna biru tua yang langsung berubah warna menjadi putih pada garis punggung. Jika sedang melompat atau sedang makan maka akan terlihat garis biru yang samar di sisinya. Makanannya terdiri dari sotong, makarel, bonito, ikan terbang.

Marlin hitam memiliki tenaga, ukuran dan ketangguhan yang menjadi tantangan pemancing. Ikan ini dikenal dengan kecepatan renangnya dan diikuti gerak menyelam yang dalam. Ikan terbesar yang pernah ditangkap beratnya mencapai 700 kilogram, sekitar lima kali berat marlin umumnya, di Cabo Blanco, Peru pada 4 Agustus 1953.

Blue Marlin atau Marlin Biru (Makaira nigircan)
Ikan marlin biru terbesar yang pernah ditangkap beratnya 637 kilogram di Vitoria, Brazil 29 Februari 1992. Ikan ini hidup pada perairan hangat. Ikan ini tidak seperti marlin hitam dijumpai juga di Samudra Atlantik berada pada kawasan tropik dari samudra itu. Ikan ini tidak terdapat di kawasan perairan Pelabuhan Ratu.

marlin biru (Makaira nigircan)

Ciri ikan ini adalah sirip pektoralnya tidak pernah kaku, bahkan ketika telah mati masih bisa dilipat ke dalam tubuhnya. Sirip dorsalnya tinggi dan tajam, tingginya lebih dari lebarnya tubuh ikan. Sirip ekornya besar dan berujung tajam.
Ikan jenis ini termasuk petarung agresif yang kerap kali melompat ke udara, seakan-akan tidak kenal lelah. Mereka berenang dengan cepat dan kuat.


White Marlin atau Marlin Putih (Tetrapturus albidus)
Biasanya berat maksimum ikan dewasa jantan hanya 90 kilogram. Sedangkan yang betina sebagaimana ikan-ikan jenis ini bisa tumbuh menjadi raksasa. Ikan terbesar yang pernah ditangkap beratnya hanya sekitar 82,3 kilogram yang juga didapat di Vitoria, Brasil pada 8 Desember 1979.

Ikan ini tersebar di Samudra Atlantik, Teluk Meksiko dan Laut Karibia serta juga di Laut Tengah di Eropa. Ikan ini bisa bermigrasi ke perairan tropis. Dan kerap berada dekat dengan pantai.

Ciri yang paling menonjol adalah sirip dorsal, pektoral dan ekornya berbentuk bulat bukan tajam. Sirip pektoralnya dapat dibengkokkan hingga rapat dengan tubuhnya. Garis sisinya sangat jelas. Warna ikan ini lebih mendekati warna hijau dibandingkan marlin lainnya.


swordfish atau Ikan Todak (Xiphias galduys Linnaeus)
Berat maksimum ikan ini mencapai 682 kilogram, dan yang terberat ditangkap di Iquique, Cili seberat 537 kilogram. Cucutnya paling panjang, lurus dan lebar. Hidup pada suhu 13 hingga 22 derajat Celcius. Ikan ini ditemukan di hampir semua perairan di permukaan bumi.

Ciri paling mudah adalah sungut tajam yang menyerupai pedang. Pedang ini digunakan untuk bertahan atau membunuh, menyerang mangsanya. Makannya seperti marlin lainnya berupa sotong, lumba-lumba, dan makarel.
Punggungnya bisa berwarna coklat tua, perunggu, ungu metalik, biru keabu-abuan atau hitam sama sekali. Sisinya bisa gelap, dan bagian bawahnya putih.

Ikan ini mudah takut oleh kedatangan kapal dan tingkahnya tidak menentu walau jarang sekali mereka menyerang kapal. Sungutnya kerap digunakan untuk memotong tali pancing.

Kini populasi marlin jauh berkurang. Jumlah ini tergantung pada si pemancing. Jika dia baru pertama kali dapat marlin, dia ingin berfoto dengan hasil tangkapannya. Untuk ini tentunya tidak akan dilepas karena harus dibawa ke pelabuhan. Sebetulnya yang paling membuat populasinya turun drastis, menurut Dadi, adalah commercial fishing, atau tertangkap jala. ”Ikan marlin memang enak. Dia merupakan perpaduan antara daging tuna dan tenggiri. Steaknya kan terkenal sekali.”
(SH/tot/ ads)


Sumber : www.pantai.netfirms.com


Perikanan Darat Bagian Kebudayaan Lokal

Selama ini, aktivitas perikanan tangkap mendominasi pembangunan perikanan nasional. Secara politik, kondisi ini memposisikan perikanan darat/perairan umum (sungai, situ, danau dan rawa) sebagai kelas dua, maka aktivitas perikanan darat mandek.

Revitalisasi perikanan hanya mengutamakan pertambakan udang, dan budidaya laut yaitu rumput laut dan ikan karang, padahal perikanan darat memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri. Harusnya, pemerintah memberikan porsi yang seimbang antara keduanya.

Perikanan darat memiliki keunggulan dan keunikan dalam pengembangannya.
Pertama, potensinya memiliki varitas/jenis yang bersifat endemik. Contohnya, ikan bilih (Mystacoleuseus padangensis) yang di dunia hanya terdapat danau Singkarak, Sumatera Barat, juga ikan jenis lawat (Leptobarbus hoevanii), baung (Mystus planices), belida (Chitala lopis), dan tangadak (Barbodes schwanenfeldi) di Danau Sentarum Kalimantan Barat dan sungai-sungai pulau Sumatera, nike-nike di Danau Tondano, Sulawesi Utara dan ikan gabus asli (Oxyeleotris heterodon) Danau Sentani di Papua.

Kedua, keberadaan ikan endemik menyatu dengan perilaku/pola hidup masyarakat lokal. Mereka menganggap ikan endemik menjadi bagian kebudayaan dan dikonsumsi secara turun-temurun. Maka mereka juga memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestariannya.

Ketiga, secara ekologis dan klimatologi ikan endemik memiliki habitat hidup dan berkembang biak yang khas. Amat tidak mungkin ikan bilih, Danau Singkarak dikembangbiakan di Danau Poso. Inilah sumber kekhasan sumber daya genetiknya.

Keempat, lahan budi daya perikanan darat yang mengandung jenis ikan endemik belum dimanfaatkan secara optimal. Baru beberapa daerah yang memberdayakan dan memberdayakannya dengan pariwisata misalnya Danau Tondano, Danau Singkarak, Danau Poso dan Danau Sentani. Kelima, jenis ikan endemik harganya mahal karena rasanya unik, khas dan langka sehingga menjadi trade mark tersendiri bagi daerah itu. Contohnya, ikan semah (Tor tambra, Tor dourounensis dan Tor tambroides, Labeobarbus douronensis) dari Sungai Kapuas harganya sampai Rp 250.000/kg. Enam Problem Otonomi daerah dalam aspek perikanan dan kelautan tidak hanya dimaknai sebatas kewenangan pengelolaan wilayah laut oleh pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. Otonomi daerah juga harus dimaknai sebagai upaya mengelola dan mengembangkan perikanan darat utamanya ikan endemik yang terancam punah. Pemaknaan ini akan menciptakan kedaulatan pangan di tingkat lokalitas.

Berbagai problem mengancam keberlanjutan budidaya ikan endemik dan kelestariannya, yaitu

Pertama, ekspoitasi berlebihan. Contohnya, data tahun 1997 menyebutkan stok ikan Bilih mencapai 542,56 ton dan yang telah dieksploitasi sebesar 416,90 ton (77,84 persen). Ini menggambarkan sumberdaya ikan bilih sudah mengalami tangkap lebih.

Kedua, introduksi ikan lain yang bersifat predator dan kompetitor. Kasus introduksi ikan gabus toraja (Channa striata) di Danau Sentani, mengancam Ikan gabus asli Danau Sentani. Hal serupa juga terjadi di Danau Poso dan Malili di Sulawesi Tengah.

Ketiga, ancaman kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertanian dan pembabatan hutan. Akibat kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk anorganik, limpasannya masuk ke sungai dan danau, sehingga mencemari dan merusak habitat ikan endemik.

Hal serupa akan terjadi akibat pembabatan hutan di hulu sungai, tepi danau dan daerah tangkapan air. Penurunan populasi ikan endemik di sungai, danau maupun lubuk-lubuk di Kalimantan dan Sumatera bersumber dari aktivitas pertanian dan pembabatan hutan.

Keempat, proses sedimentasi yang disebabkan oleh limpasan lumpur dari aktivitas pertanian di tepi danau menyebabkan danau semakin dangkal. Juga, pembabatan hutan di hulu menyebabkan sungai mengalami pendangkalan.

Otomatis proses sedimentasi yang semakin bertambah setiap tahunnya mengancam hilangnya habitat ikan endemik. Di Sungai Mahakam akibat sedimentasi sudah sulit mendapatkan ikan baung dan lais.

Kelima, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kasus yang terjadi di Danau Sentarum, Kalimantan Barat, yakni adanya penggunaan bubu warin (alat tangkap berukuran mata jaring < 0,5 cm sejak tahun 2000) menyebabkan turunnya populasi ikan di daerah ini. Keenam, penyediaan pakan ikan budidaya mengancam kelestarian ikan endemik. Pengembangan budidaya keramba mengancam ikan endemik Danau Sentarum karena pakannya diambil dari ikan–ikan kecil di danau ini.

Delapan Kebijakan
Melindungi sumber genetik plasmah nutfah dan mengembangkan budidaya perikanan darat berbasis ikan endemik memerlukan kebijakan strategis.

Pertama, mengembangkan riset pemuliaan genetik ikan endemik. Hasil riset ini akan melahirkan bank genetik ikan endemik Indonesia, sekaligus melindungi plasma nutfahnya.

Kedua, mengembangkan pusat pembudidayaan ikan air tawar endemik yang mampu menyediakan bibit/benih secara massal baik untuk budi daya sungai maupun danau atau situ. Pusat-pusat ini dibangun daerah-daerah yang memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri.

Ketiga, menerbitkan perangkat undang-undang sumberdaya genetik untuk menangkal pihak asing melakukan bio piracy terhadap komoditas endemik khas Indonesia. Hukum yang tersedia baru Keppres No. 43 Tahun 1978 yang menyatakan bahwa jenis ikan yang dilindungi di pulau Kalimantan dan Sumatera adalah arwana Super Red, Golden Red, Banjar Red, arwana Green (hijau) yang ditemukan di Taman Nasional Danau Sentarum dan Sungai Kapuas.

Keempat, melestarikan lingkungan kawasan perairan umum (daerah aliran sungai, danau, situ) dan tangkapan air yang mampu menjamin ketersediaan air tawar dan mencegah sedimentasi maupun pencemaran air. Prioritaskan bagi kawasan perairan umum yang sudah memiliki sumber daya ikan endemik dan terancam punah.

Kelima, mengembangkan alat tangkap yang ramah lingkungan dari segi jenis, ukuran, maupun variannya. Akan lebih baik menggunakan alat tangkap yang hanya menyeleksi ikan-ikan endemik yang masuk kategori layak konsumsi dan jual.

Keenam, menyeleksi introduksi ikan–ikan non-endemik yang bersifat predator, kompetitor dan pembawa penyakit yang nantinya mengancam kelangsungan hidup ikan endemik.

Ketujuh, menyeragamkan pangan berbasis ikan endemik, contohnya fillet, nugget, bakso ikan dan kerupuk ikan. Kedelapan, memberdayakan kelembagaan lokal dan kearifan masyarakat dalam membudidayakan ikan-ikan endemik.

Gagasan yang dipaparkan dalam tulisan ini merupakan langkah strategis dan politik untuk membangun paradigma baru dan merevitalisasi kebijakan budidaya perikanan yang selama ini cenderung mengabaikan perikanan darat.

Hal serupa berlaku juga bagi perairan umum lainnya yang sudah mengembangkan ikan air tawar berbasis waduk (Jatiluhur, Cirata), danau serta situ, demi pemenuhan pangan protein. Dengan demikian, bangsa ini akan berdaulat atas pangan yang bersumber dari ikan endemik, termasuk dalam penyediaan benih.

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia


Chinese-German Cooperation To Develop 'SuperBio' Tilapia

AUSTRALIA - Several German and Chinese companies signed an agreement this month to produce completely controlled `Organic SuperBio Tilapia´ to sell in Europe and China.

The Baader Group, the Pourkian Group, the Fraunhofer Institute for production lines and construction techniques, San’an Technology Group and Maoming Hi-Taste Aquatic Product Technology Co Ltd all signed the deal on 12 June.

“We want to bring high quality products into the market, with an own philosophy, according to the today’s way of living and in a quality, which can be checked by the consumer immediately,” said Dr Dietrich Fischer, programme manager of poultry and fish at the Pourkian Group.

In recent years, a market for high class bio products has grown steadily in Germany and China. To serve these rising markets with high quality fish – whose quality is improved in the form of bio products – that will be regulated by these countries’ bio regulations, the companies will cooperate to create a closed Organic SuperBio process chain.

The partners agree that the organic fish products, which will be exported from China to Europe, must meet the European Union’s (EU) bio standards as well as the ISO, IF, GMP and GlobalGap standards. However, the firms aim to exceed EU bio standards, which permit five per cent of chemical additives.

Chinese partner San’an will conduct different tests, certificates and audits for the fish farmers.

“By a permanent control of the value added chain we will secure a constant high quality of the final products for the consumers,” said Professor Kai Mertins, who signed the agreement on behalf of the Fraunhofer Institute.

The Organic SuperBio products will be easily recognisable by customers through labelling, the firms said.

The Institute will ensure the Organica SuperBio standards are enforced. They must be developed and localised based on the valid Bio and processing standards.

All fish products will have their own brand.

“Together with the German and Chinese partners we will bring products into the market, which will surpass the European Bio decrees and which can be bought at affordable prices,” says Kourosh Pourkian of the Pourkian Group, the initiator of the project.

Maoming is one of the biggest aquaculture and processing companies for tilapia. The firm will have a leading role in the agreement.

The San’an Technology Group in Beijing is working to develop biological agriculture. It will also take a key role in the enterprise.

For over 90 years, the Baader Group has been a worldwide leading developer, producer and supplier of machinery for food stuff processing lines and especially for fish.

Pourkian specialises in the development and organisation of Bio markets in Europe.


Sumber : TheFishSite News Desk


Friday, June 25, 2010

Produksi Ikan Ditargetkan 10 Juta Ton pada 2011

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan 147 lokasi minapolitan di seluruh kabupaten/ kota di Indonesia bisa mendongkrak target produksi perikanan hingga 10 juta ton pada 2011.

"Yang sudah ditetapkan Menteri ada 147 lokasi, untuk budi daya mendapat alokasi di 100 lokasi, sedangkan perikanan tangkap sebanyak 47 lokasi," kata Dirjen Budidaya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Made L Nurdjana saat dihubungi, Kamis (24/6).

Namun, Made mengakui, untuk merealisasikan target tersebut, dibutuhkan tambahan anggaran, Jika tahun ini, di APBN, perikanan budi daya mendapatkan alokasi 500 miliar rupiah, pihaknya mengusulkan naik menjadi 850 miliar rupiah. "Tetapi kita tidak hanya bergantung ke APBN karena kontribusinya selama ini hanya 18-20 persen. Kita menggandeng swasta dan memanfaatkan kredit program," ungkap dia.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan pihaknya mengajukan anggaran lima triliun rupiah untuk mendukung pencapaian target produksi perikanan 10 juta ton pada 2011.Anggaran itu relatif bisa dipenuhi. Pasalnya, saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah mendapat pagu indikatif 4,7 triliun rupiah untuk 2011. "Misalkan untuk budi daya perikanan, akan kita tingkatkan dari 500 miliar - 600 miliar menjadi 1,5 triliun rupiah," tandas Fadel. aan/E-2


 Sumber : Koran Jakarta 25 Juni 2010


Mendongkrak Pemasaran Ikan Dari Aceh

 “Produksi perikanan dari Tempat Pendaratan Ikan di Idi, Aceh Timur, setiap hari adalah 30-35 ton. Sebagian untuk konsumsi lokal, lainnya untuk diekspor ke Malaysia melalui Medan. Mengapa tidak langsung dari Aceh?” demikian pertanyaan yang dilontarkan oleh Dr. Miasuddin, dari Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, dalam Workshop yang diselenggarakan oleh FAO, Kementerian Kelautan dan Perikanan, INFOFISH Kuala Lumpur, dan Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi NAD, di Banda Aceh (22/6).
          
Ikan dari Belawan, Medan, memasuki Malaysia, kebanyakan lewat pelabuhan Lumut, negara bagian Perak. Ekspor ikan dari Medan ke Malaysia sekitar 30 ton per hari. Dibanding Belawan, Idi memang memiliki beberapa kelemahan. Prasarana dermaga, pabrik es, cold storage belum ada, stasiun bahan bakar belum memadai, alur pelabuhan sering dangkal. Dan yang lebih penting lagi, pengusaha lokal yang cukup besar untuk melakukan ekspor belum ada.
         
Sangat jauh dibanding dengan pelabuhan perikanan Belawan, Medan, yang memiliki 4 pabrik es, 7 unit cold storage, 8 unit galangan kapal dan aktif berbisnis 20 pedagang besar bidang perikanan.
          
Perjalanan laut dari Idi ke Lumut, Malaysia, selama 16 jam, memang lebih lambat 4 jam, dibanding dari Belawan ke Lumut. Akan tetapi, pengangkutan lewat darat dari Idi ke Belawan juga memakan waktu lama.
          
Sebetulnya saat ini hubungan dagang produk perikanan antar wirausaha Aceh dengan Malaysia telah terjalin baik. Apalagi setelah FAO memfasilitasi sistem pemasaran dan informasi hanya menggunakan SMS handphone telah menjangkau 19 kabupaten di wilayah Aceh dan mitranya di Malaysia. Oleh karenanya, penguatan Pelabuhan Perikanan Idi di Aceh Timur, dan Lampulo di dekat Banda Aceh merupakan langkah strategis yang di dukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
          
Soen’an H. Poernomo, Kepala Pusdatin, KKP, yang memandu Workshop, menyampaikan bahwa titik kuncinya adalah tiga faktor, yakni ketersediaan prasarana, keberadaan pengusaha lokal, dan penguatan sistem pemasaran. Dalam aspek  prasarana, pemerintah provinsi telah membebaskan lahan, dan KKP telah mensuplai anggaran untuk dermaga. Apabila prasarana memadai, eksportir dari Medan tentunya akan tertarik juga ke Idi, dan pengusaha lokal juga diharapkan dapat tumbuh. Alternatif lain BUMN perikanan juga dapat berperan.
          
Sistem informasi harga yang ada di Aceh menurut Soen’an telah menjadi model, dan KKP akan memperluas secara bertahap ke tingkat nasional, dimulai dengan provinsi yang sudah siap, yaitu Jawa Timur, Yogyakarta dan Gorontalo. Erik Hempel, salah satu pembicara yang aktif membantu FAO dan INFOFISH, sepakat dengan rencana pemantapan pemasaran oleh KKP tersebut. Konsultan dari Norwegia ini menyatakan bahwa hanya dengan pemasaran yang baik maka tujuan mewujudkan Indonesia sebagai produsen terbesar hasil perikanan pada tahun 2015 akan tercapai.
          
Soen’an menambahkan, pengembangan ikan dari Aceh ini memiliki arti yang strategis dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah tersebut. Jumlah penduduk miskin di Aceh sekitar 36%, dan lebih dari 80% nelayan tergolong miskin. Padahal, Aceh memiliki potensi yang cukup besar, dengan panjang pantai 2.467 km, luas areal budidaya 43.173,5 ha, serta potensi lestari laut sekitar 493,93 ribu ton per tahun.

Benih udang dan bandeng telah terkenal berasal dari Aceh. Pengembangan akuakultur di daerah ini juga termasuk yang terbesar setelah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Dalam sejarah perikanan samudera, pelabuhan Sabang juga pernah menjadi alternatif pelabuhan perikanan Benoa, Bali dan Jakarta. ***


Sumber : Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi


Anggaran Pembangunan Kawasan Perikanan Rp 200 Miliar

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengalokasikan Rp 200 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2011 untuk membangun 28 kawasan khusus perikanan (Minapolitan) sebagai bagian dari pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK).

"Sekarang kita sudah fokus lagi mengenai berapa per daerah dana yang dibutuhkan. Totalnya ada Rp 200 miliar untuk 2011," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Jakarta, pekan lalu. Menurut Fadel, pengembangan KEK harus memikirkan jenis komoditas diunggulkan agar kegagalan pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) tidak terulang. "Misalnya, Morotai untuk sentra tuna dan itu bekerja sama dengan luar negeri dan Boyolali untuk sentra lele," ungkapnya.

Sementara itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah menargetkan sudah memiliki paling tidak lima kawasan ekonomi khusus (KEK) yang sudah berkembang pada 2014. "Prioritas kita sampai 2014 paling tidak ada lima KEK (yang berkembang)," kata Hatta Rajasa.

Ia menyebutkan, pemerintah sedang mengevaluasi kelima KEK itu termasuk menetapkan strategi pengembangan, desain utama, dan kerangka kerja pengembangannya. Ketika ditanya lima KEK yang dimaksud mana saja, Hatta belum bersedia menyebutkan, namun lima KEK itu tersebar hingga ke Indonesia bagian timur.

"Nanti saya sampaikan, tapi itu sampai ke Indonesia Timur pun masuk seperti di Papua," katanya. Dia menjelaskan, pengembangan ekonomi wilayah dibagi ke dalam koridor-koridor ekonomi, di dalam koridor ekonomi terdapat KEK, dan di KEK terdapat kluster-kluster. "Jadi kalau kita mengatakan KEK Papua, ada kluster-kluster seperti Papua Barat, Merauke, dan Biak. Itu akan kita dorong menjadi daerah yang1 tumbuh pesat," katanya.

Terkait pemasaran hasil laut, Fadel mengatakan, secara bertahap komoditas perikanan lainnya akan diperdagangkan dengan sistem lelang elektronik. "Bulan depan (Juli) diawali dengan rumput laut. Selanjutnya, dikem-bangkan untuk mutiara dan tuna. Kita akan bahas ini lebih lanjut denganpihak pasar," paparnya.

Menurutnya, dengan cara ini, efisiensi pasar akan tercapai, transaksi terjadi secara transparan, dan indeks harga bisa terpacu setiap saat.

Diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai awal Juli 2010 akan mengembangkan pasar domestik rumput laut melalui sistem e-pasar. Pengembangan pasar dengan cara elektronik (e-pasar) itu diyakini cocok untuk mendukung struktur pasar komoditas rumput laut yang sekarang mencapai ribuan produsen.

Sebelumnya, Direktur Usaha dan Investasi KKP, Victor Nikijuluw, mengatakan, struktur pasar komoditas rumput laut di Tanah Air terdiri dari 29 pabrik pengolahan, ribuan produsen, dan ratusan pedagang, iB.yui



Sumber : Suara Karya  25 Juni 2010,hal.7

Thursday, June 24, 2010

Menteri Fadel Kembangkan Produsen Ikan Domestik

Pemerintah menargetkan bisa menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di dunia pada 2015. Saat ini, Indonesia masih menduduki posisi ke-6 di bawah Peru, Malaysia dan Thailand. Sementara posisi pertama masih dipegang China. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, untuk mencapai hal itu dia sedang melakukan perombakan besar-besar di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selain membuat terobosan program, dia juga mengubah pola anggaran di KKP.

"Saya ubah semua anggaran. Yang tadinya dirjen-dirjen yang menyentuh langsung nelayan anggaran kecil, saya tingkatkan berkali-kali lipat dan dijadikan ujung tombak. Sementara anggaran Sekjen dan Irjen saya jadikan hanya penunjang dan anggarannya dipangkas sebesar 11 persen saja. Padahal, sebelumnya sangat tinggi," kata Fadel dalam acara IKA-ITS Summit 2010 di Jakarta, kemarin.

Untuk tahun 2011, sambungnya, pihaknya juga akan mengajukan anggaran sebesar Rp 5 triliun. Dana ini sebagian akan digunakan untuk membeli kapal-kapal besar untuk nelayan dan budi daya ikan. "Tahun ini kita dapat anggaran Rp 3,2 triliun. Di pagu anggaran sementara untuk tahun 2011, dana KKP sekitar Rp 4,7 triliun. Tapi saya akan bicara lagi untuk ditambah. Sebab ini untuk kesejahteraan nelayan dan rakyat kecil," tuturnya.

Fadel melanjutkan, saat ini pi-haknya juga sedang berusaha mengembangkan kawasan nelayan dengan konsep minapolitan. Konsep ini merupakan konsep pembangunan ekonomi yang berbasis perikanan dengan sistem manajemen kawasan berdasarkan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas, akselerasi tinggi.

Dalam pelaksanaannya, jelas Fadel, maka di setiap kawasan nelayan akan dibangung pabrik-pabrik produksi ikan, pabrik cs dan alat pendingin ikan. Dengan itu hasil ikan yang didapat oleh nelayan bisa punya nilai tambah dan tidak busuk kalau tidak laku.

"Kita targetkan dalam duatahun ini bisa membangun 48 minapolitan. Untuk tahun ini kita bangun 28 dulu. Salah satunya adalah kawasan Pelabuhan Ratu, Sukabumi," ucapnya. Untuk pembangunan itu, tahun ini KPP sudah menyediakan dana sebesar Rp 800 miliar. Dana ini, kata Fadel, memang jauh dari cukup. "Tapi yang penting di tiap kawasan nelayan ada tempat pengolahan, dan pabrik es dulu. Dengan begitu, harga ikan mereka tidak jatuh," imbuhnya.

Untuk budi daya, tahun ini KPP juga telah menyediakan anggaran sebesar Rp 1,5 triliun. Alokasi ini naik tajam, sebab tahun lalu anggaran budi daya hanya sekitar Rp 600 miliar. Mcnurut Fadel, hal itu dilakukan karena budi daya ikan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. "Ikan-ikan seperti lele, patin, mas itu gampang sekali untuk dibudidayakan. Dalam tiga bulan saja sudah bisa dipanen. Makanya kita akan mcng-cnjot budidaya ini. Saya targetkan tahun depan produksi dari hasil budidaya bisa meningkat sampai 500 perscn."ujamya.

Dengan langkah ini. Fadel yakin secara bertahap posisi Indonesia sebagai produsen perikanan bisa naik secara perlahan. Tahun ini produksi ikan hanya sebesar 9,6 juta ton. "Tahun 2011 akan kita tingkatkan menjadi 10 koma sekian dan terus akan kita bikin lompatan sehingga pada 2015 produksi kita bisa mencapai 22 juta ton dan jadi yang terbesar di dunia," tandasnya. usu

 
Sumber : Rakyat Merdeka 24 Juni 2010


KKP Anggarkan Rp 5 Miliar untuk Wirausaha Pemula

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 5 miliar untuk paket wirausaha pemula khusus ikan air tawar, lele, pada 2011. Peningkatan produksi lele itu sejalan dengan tingkat konsumsi masyarakat

"Kita akan anggarkan Rp 5 miliar dan ini hanya dari Ditjen Perikanan Budi Daya saja," kata Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Made L Nurdjana di Jakarta, kemarin. Menurut Made, dukungan untuk peningkatan produksi lele tersebut juga didukung anggaran dari Ditjen Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP) karena berkaitan erat dengan urusan investasi teknik pengolahan lele di sentra-sentra Minapolitan Lele. "Harapan kita Kementerian Pekerjaan Umum juga akan mendukung pengembangan MinapoHtan Lele dengan membuat irigasi mikro yang dapat memompa air sungai dan menyalurkan ke tambak rakyat," ujarnya.

Lebih jauh dia mengatakan, KKP telah menetapkan lima lokasi pengembangan Minapolitan Lele yang akan dipacu berproduksi hingga 30 ton per hari. Sentra-sentra besar tersebut akan berada di Bogor, Boyolali, Pacitan, Gunung Kidul, dan Blitar. "Ini sentra-sentra besarnya. Yang paling besar ada di Gunung Kidul yang sekarang berproduksi lima ton per hari dipacu agar bisa berproduksi 30 ton perhari," tuturnya.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, ada empat faktor yang akan dilakukan KKP dari sisi ekonomi untuk menggalakkan produksi hingga konsumsi lele. Pertama, menggiatkan budi daya lele skala kecil hingga menengah yang disebar di beberapa sentra utama. Kedua, mengupayakan agar memasyarakatkan lele sehingga konsumsi meningkat. Ketiga, mengembangkan industri atau pengolahan lele. Terakhir, menjadikan lele sebagai sumber pangan yang merambah berbagai kalangan.

"Selama ini lele lebih banyak dinikmati masyarakat kelas bawah. Kita akan membuat lele juga menyentuh kalangan elite negeri ini," ujar Fadel. Namun, dia mengingatkan, hambatan yang perlu dipecahkan adalah mengembangkan pakan lele murah sehingga biaya produksi menurun. Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi lele pada 2014 meningkat sebesar 450 persen, yakni dari 200.000 ton per.tahun menjadi 900.000 ton per tahun. (B.yu)


Sumber : Suara Karya 24 Juni 2010