Wednesday, June 30, 2010

Dilema Pengelolaan Sumber Daya Perairan

Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah. Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber daya yang sangat potensial ini-sebagai sumber protein yang sehat dan murah-bisa terancam kelestariannya. Kondisi ini tidak terlepas dari  semakin terancamnya kehidupan biota biota dan lingkungan perairannya. Dengan demikian, sangat diperlukan upya untuk mengelola sumberdaya perairan secara bijak dan konsisten untuk menjaga kelestariannya.  Hal ini terutama dalam menjaga keseimbangan antara biota dan abiota.  Menurut Sujiran (1984) yang menyatakan bahwa pentingnya menjaga keseimbangan karena organisme perairan cenderung membutuhkan yang layak, organisme ini juga sangat terpengaruh dengan perubahan kondisi lingkungan. Perubahan kondisi lingkungan ini yang meliputi temperatur air, salinitas atau kadar garam, PH, transparansi, gerakan air, kedalaman, topografi dasar perairan, kandungan dasar perairan, kandungan oksigen, kandungan nutrisi perairan dsb. Ikan-ikan juga cenderung bergerombol dalam jumlah yang sesuai dengan kondisi lingkungan dengan segala perubahannya.

Dijelaskan oleh Nybakken, (1992) yang berpendapat bahwa sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat pulih kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak terbatas. Oleh karena itu perlu dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan agar kontribusinya terhadap ketersediaan nutrisi, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Hal ini seperti ditegaskan oleh Surur (200), bahwa pengelolaan sumberdaya ikan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan operasi penangkapan ikan dan sasaran penangkapan ikan yang dilakukan. Usaha-usaha untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan, sebenarnya telah dilakukan sejak lama oleh berbagai ahli penangkapan ikan di seluruh dunia.

Seperti dijelaskan oleh Supriharyono (2000) yang menyatakan bahwa semakin menipisnya sumberdaya alam di wilayah daratan menyebabkan banyak program pembangunan yang bergeser ke wilayah pesisir dan lautan yang dinilai masih memiliki sumberdaya ber nilai ekonomis tinggi. Upaya untuk meningkatkan peran sumberdaya pesisir dan kelautan dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat ternyata selama ini masih dihadapkan pada beberapa kendala. Antara lain kemiskinan nelayan dan masyarakat pesisir, keterbatasan peraturan, konflik penggunaan ruang,  kerusakan lingkungan.Manurut Dahuri (2001), bahwa ada beberapa faktor utama yang mengancam kelestarian sumberdaya keanekaragaman hayati laut adalah: (1) pemanfatan berlebih (over exploitation) sumberdaya hayati, (2) penggunaan teknik dan peralatan penangkap ikan yang merusak lingkungan, (3) perubahan dan degradasi fisik habitat, (4) pencemaran, (5) introduksi spesies asing, (6) konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, dan (7) perubahan iklim global serta bencana alam.

Meskipun potensi sumberdaya periaran terutama perikanan laut Indonesia sangat besar ternyata belum semua tergali secara optimal. Dengan luas perairan  5,8 juta km2 (termasuk ZEEI), potensi lestari sumber daya ikan 6,4 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatannya baru 5,5 juta ton/tahun.  Dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah laut yang terdiri dari 0,8 juta km² laut territorial, 2,3 juta km² laut nusantara, dan 2,7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan jumlah pulau sekitar 17.508 dan garis pantai sepanjang 81 ribu km tidak hanya menempatkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, tetapi juga menyimpan sumberdaya kekayaan laut baik secara kuantitas maupun diversitas (DKP, 2005). Data FAO menunjukkan, dari 52 negara papan atas dunia penghasil ikan, Indonesia saat krisis moneter berawal pada 1997 menempati urutan ke-7 dengan produksi lebih dari 3,65 juta ton. Cina tetap nomor wahid, lebih dari 16,7 juta ton, disusul Peru, Jepang,Chilli,, AS, dan Rusia. Di bawah Indonesia adalah India dan Thailand (DKP, 1999).  Indonesia benar-benar dikenal sebagai kawasan tangkapan ikan yang sangat potensial di dunia. Bahkan tahun pada tahun 1980 an, perairan Indonesia dianggap sumber daya ikan (SDI) terbesar di dunia setelah kawasan-kawasan lain di bumi ini telah ludes dijaring nelayan dari berbagai negara. Dari sajian angka Departemen Kelautan dan Perikanan (1999), SDI Indonesia tak kurang dari 8,2 juta ton. Dari angka ini, sedikitnya 6,7 juta ton termasuk ikan layak tangkap (TAC= total allowable catch).

Beberapa upaya dilakukan untuk dapat mengelola sumber daya perikanan secara konsiten,  bahkan terus mencari dan menyempurnakan cara yang tepat untuk diterapkan. Salah satu contohnya adalah pembagian daerah perairan di Indonesia menjadi sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Pembagian wilayah ini didasarkan pada daerah tempat ikan hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan.  Pengelompokan tidak didasarkan pada kemiripan ekosistem yang ada, tetapi lebih kepada lokasi pendaratan ikan. Hal ini berpotensi misleading karena dapat terjadi bahwa WPP Laut Jawa dianggap memproduksi tuna tinggi, padahal tuna tersebut sebenarnya berasal dari Samudra Hindia. Tuna ini seolah-olah berasal dari Laut Jawa karena didaratkan di Pelabuhan Muara Baru Jakarta, yang masuk WPP Laut Jawa.

Aspek pengelolaan wilayah ini erat kaitannya dengan kondisi stok ikan di perairan Indonesia. Kemampuan menduga jumlah populasi ikan (stock assessment) secara akurat sangat ditentukan ketersediaan informasi dan data yang tepat. Kegiatan pendugaan stok ikan disebut sebagai fish stock assessment dan metode yang digunakan disebut stock assessment methods. Dijelaskan oleh Wiyono (2005), bahwa stock assessment merupakan suatu kegiatan pengaplikasian ilmu statistika dan matematika pada sekelompok data untuk mengetahui status stok ikan secara kuantitatif untuk kepentingan pendugaan stok ikan dan alternatif kebijakan ke depan.

Sebenarnya hal ini sudah menjadi perhatian para peneliti maupun pengambil kebijakan di lingkungan kelauatan dan perikanan.  Lebih lanjut Wiyono (2005) menyatakan bahwa  penentuan jumlah tangkap maksimum lestari (maximum sustainable yield) atau yang lazim dikenal dengan MSY perlu disikapi hati- hati. Berbagai asumsi dalam perhitungan MSY telah banyak berubah dan tidak valid lagi. Salah satu contoh adalah faktor teknologi yang berkembang dengan pesat sehingga kemampuan penangkapan oleh satu unit alat tangkap (catch per unit effort/CPUE) akan sangat dinamis mengikuti perkembangan teknologi. Artinya, koefisien kemampuan penangkapan (catchability coefficient) yang digunakan dalam perhitungan MSY tidak dapat dianggap konstan karena sangat bergantung pada perkembangan teknologi.
Hal lain yang ingin di tekankan adalah pemahaman mengenai Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Setiap tahun Indonesia rugi Rp 1-4 miliar dollar AS akibat kegiatan pencurian ikan.(DKP 2005).  Selain kerugian finansial, kerugian terbesar dialami sumber daya perikanan itu sendiri.  Illegal fishing pada dasarnya merupakan bentuk pelanggaran yang berorientasi pada peraturan yang berlaku  Konsep dasar peraturan yang berkaitan dengan perikanan didasarkan pada kebutuhan  kelesatarian sumberdaya perikanan dan ekonomi.  Dalam sisi kelestarian sumberdaya perikanan tentu saja untuk menjaga agar sumberdaya ikan tidak punah dan selalu terjaga agar dapat dimanfaatkan secara kontinyu dalam jangka panjang.  Sedangkan dalam sisi ekonomi, didasarkan pada kebutuhan untuk mendapatkan keuntungan atau devisa bagi negara. Pada akhirnya semakin disadari bahwa pengelolaan sumberdaya perairan begitu penting dalam mempertahankan aksistensi kelestarian alam untuk kepentingan umat manusia.



Pustaka
  1. Dahuri, Rokhmin, dkk. (2001). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta
  2.  DKP., 1999., Statistik Perikanan.  Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta
  3. DKP., 2005., Revitalisasi Perikanan, Sekretariat Jenderal. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta
  4. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. Penerbit PT. Gramedia
  5. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka alam, Jakarta.
  6. Sudjiran Resosudarmo,  1984., Pengantar Ekologi, CV. Remaja Karya, Bandung
  7. Surur F., 2000.  Alat dan Cara Penangkapan Ikan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta
  8. Eko Sri Wiyono, 2005.  Stok Sumberdaya Ikan dan Keberlanjutan Kegiatan Perikanan, INOVASI Vol.4/XVII/Agustus 2005


Memilih Ikan Budidaya

Supaya budidaya ikan air tawar yang dijalankan berhasil sesuai dengan yang ditargetkan, pembudidaya harus mampu mempertimbangkan bebagai factor. Salah satu factor tersebut adalah memiliki pengetahuan dalam memilih ikan air tawar yang berkualitas, yakni sesuai dengan kondisi lokasi budidaya, mudah dibudidayakan, laku dipasaran, dan tentunya menciptakan kenyamanan tersendiri bagi pembudidaya ikan air tawar.

Bisa jadi ikan yang cocok dan berhasil dibudidayakan disuatu daerah belum tentu cocok untuk daerah yang lainnya karena banyak factor yang mempengaruhi. Faktor tersebut antara  lain sumber air, suhu lingkungan, serta kondisi kolam yang ada.

Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah jenis ikan air tawar yang akan di budidayakan. Setiap jenis ikan memiliki spesifikasi yang berbeda. Untuk itu, pembudidaya harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

A.      Penguasaan tehnik budidaya. Untuk memulai usaha budidaya ikan tentu teknologi budidaya yang digunakan harus dapat dikuasai terlebih dahulu sehingga pembudidaya akan lebih mudah dalam melakukan pengelolaannya.

B.      Pilih ikan air tawar yang mempunyai ketahanan tubuh baik. Seperti halnya mahluk hidup lainnya, ikan juga mudah mengalami stress atau kematian. Terutama bila kondisi lingkungan hidupnya buruk. Oleh karena itu, ikan yang cukup tahan lebih mudah dalam menanganinya karena tidak memerlukan banyak penanganan khusus.

C.      Stabilitas harga. Ikan yang akan dibudidayakan sebaiknya memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan dalam segmentasi dan kondisi apapun.Tujuannya adalah supaya ikan yang dihasilkan tetap laku dipasaran dengan harga yang bagus, meskipun dijual dalam segmen benih atau konsumsi disegala ukuran.

D.      Relatif digemari masyarakat. Ikan air tawar yang sudah dikenal dengan citarasa yang enak dan digemari masyarakat tentu akan lebih menguntungkan karena daya serapnya cukup bagus sehingga mudah dipasarkan.

E.       Pertumbuhannya cepat. Ikan air tawar dengan pertumbuhan yang cepat lebih menguntungkan karena pemberian pakan dan waktu pemeliharaan menjadi sebentar. Pertumbuhan ikan yang cepat dapat dipacu dengan memanfaatkan pakan dengan gizi yang baik dan takaran yang optimal.

F.       Pakan ikan mudah didapat. Kemudahan dalam memperoleh pakan dengan harga yang murah merupakan salah satu factor yang bisa meminimalisir biaya produksi sehingga keuntungan yang diperoleh bisa maksimal.


Tuesday, June 29, 2010

Fighting the Last Revolution


In this case the neolithic revolution. The neolithic revolution is the term that’s used to describe the long, slow process by which human beings abandoned wandering around and scrounging up their food (“hunting and gathering”) to staying in one place and taking a more active role in producing their food (agriculture). This process started more than 10,000 years ago and continues right down to the present day.

It probably all started something like this. Long, long ago a band of human beings happened upon a patch of melons or some other equally delectable morsel, stopping long enough to eat up all of the melons, toss the leftover seeds and rinds around, and maybe even leave some of their excrement on the site. The next year, remembering last year’s feast, the band returned to the area, hoping for a repeat. Eventually some enterprising person noticed that the more they spread the seeds around the more melons there were the next year and decided to try dispersing the seeds even farther. Maybe they even noticed that the melons prospered more where they’d left their excrement the year before so they decided to spread that around a bit, too.

They may also have started deliberately choosing the tastiest and largest melons and preferentially selecting their seeds to spread around. Other innovations might have included tilling the soil a bit to improve the likelihood of germination or putting up barriers to prevent other critters from getting in on the feast first.

If they were successful enough, they eventually decided to stay around and tend these gardens to improve their yields and protect them from competitors. First horticulture, then agriculture was born.

Nowadays most human being live from the products of agriculture but there is one major exception to this: fish. We still catch vast amounts of wild fish from the rivers, lakes, and oceans. Unlike 10,000 years ago there are innumerably more of us trying to get in on the catch and we’re tremendously better at it than we used to be. Huge factory ships ply the oceans sucking practically every living thing out of a patch of ocean, processing them right there on the ships, and moving on.

I used to think that the obvious solution to this environmental degradation was aquaculture, extending the agricultural revolution to fish and crustaceans. Then I learned how inefficient aquaculture was and that it takes between 2 and 15 pounds of wild caught protein to feed one pound of cultivated seafood. Obviously, that’s no solution. It might be someday or it may never be. It’s certainly no solution right now.

Sumber : Aquaculture News


Monday, June 28, 2010

Pupuk Ramah Lingkungan dari Rumput Laut

Berbagai jenis rumput laut yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis ternyata bisa digunakan sebagai bahan baku pupuk organik. Kandungan unsur hara mikro dan makronya lebih tinggi dari pupuk urea.

Lautan menyimpan begitu banyak sumber daya hayati yang bernilai jual tinggi. Selain beragam jenis ikan, kekayaan laut lainnya yang bermanfaat bagi manusia ialah rumput laut. Selama ini, rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, seperti jelly atau agar-agar, roti, salad, saus, dan es krim.

Selain bahan makanan, tumbuhan laut yang termasuk keluarga gangga itu dapat diolah menjadi minuman semisal yoghurt dan sirup. Rumput laut juga kerap diekstrak untuk dijadikan bahan baku farmasi, kosmetika, dan bahan bakar. Karenanya, tidak heran jika rumput laut jenis tertentu banyak dibudidayakan untuk memasok kebutuhan industri.

Menurut peneliti utama bidang produk alam laut dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rachmaniar Rachmat, ada beberapa jenis rumput laut bernilai ekonomi tinggi dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Beberapa di antaranya Eucheuma, Gracilaria, dan Microphylum.

Ada lebih dari 600 spesies rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia. Spesies-spesien rumput laut itu digolongkan ke dalam empat kelas, yaitu ganggang merah {Rhodophyceae), ganggang cokelat {Phaeophyceae), ganggang hijau (Chlorophyceae), dan ganggang hijau-biru [Cyanophyceae).

Sayangnya, sebagian besar rumput laut itu belum diteliti dengan lebih mendalam mengenai kandungan zat-zatnya. Alhasil, jenis-jenis rumput laut itu dianggap memiliki nilai ekonomi yang rendah.

Rachmaniar mengatakan kebanyakan rumput laut yang kurang prospektif itu hidup liar di wilayah perairan Indonesia Timur, terutama di sekitar Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Jumlah rumput laut yang dianggap bernilai ekonomi rendah itu sebenarnya berpeluang untuk dijadikan pupuk yang mengandung unsur hara makro dan mikro cukup tinggi.

Hal itu dapat dibuktikan dari adanya tumpukan limbah rumput laut di lingkungan sekitar industri yang memanfaatkan sumber daya nabati laut itu. Di tumpukan limbah rumput laut yang telah melapuk itu biasanya tumbuh gulma atau beraneka ragam tanaman.

"Hal itu menjadi indikasi rumput laut mengandung senyawa yang bermanfaat bagi tanaman," ujar Rachmaniar yang juga menjadi Sekretaris Eksekutif Asosiasi Rumput Laut Indonesia.

Karena merupakan limbah industri, tumpukan rumput laut itu sudah terkontaminasi berbagai macam bahan kimia. Alhasil, kandungan pupuk yang dihasilkannya pun turut tercemar.
Berdasarkan hal itu ditelitilah kemungkinan membuat pupuk dari rumput laut yang bebas dari bahan kimia. Rumput laut yang dimanfaatkan ialah rumput laut yang dianggap bernilai ekoriomi rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Rachmaniar diketahui rumput laut jenis Turbinaria dan Sargasum memiliki unsur hara makro dan mikro yang cukup lengkap. Unsur hara makro di antaranya nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur. Sedangkan unsur hara mikro antara lain besi, mangan, tembaga, seng, molibden, boron, dan klor.

"Unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk rumput laut itu lebih banyak daripada pupuk urea yang dijual di pasaran," klaim Rachmaniar.

Lebih lanjut, Rachmaniar menjelaskan pembuatan pupuk rumput laut dalam bentuk padat diawali dengan menghancurkan rumput laut sampai halus.
Tujuannya, agar bakteri penghancur dalam proses fermentasi dapat bekerja maksimal. Selain itu, senyawa laktosan (senyawa gula) dapat mudah menyatu.
Semua bahan baku pembuatan pupuk rumput laut itu dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah semisal drum, plastik, atau tempat yang memungkinkan berlangsungnya proses fermentasi kedap udara. Apabila selama fermentasi terdapat udara, maka proses pembuatan pupuk pun akan gagal. Waktu fermentasi optimal untuk membuat pupuk rumput laut padat itu sekitar dua pekan. Setelah itu, pupuk dapat diberikan pada tanaman sayur, buah, dan bunga.

Selain pupuk padat, ada pula pupuk rumput laut cair. Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat pupuk cair tidak berbeda dengan pupuk padat.

Perbedaan hanya terletak pada proses pembuatan dan lamanya waktu fermentasi. Pupuk rumput laut cair membutuhkan penambahan air dengan waktu fermentasi selama lima hari.

Lebih Subur

Rachmaniar memaparkan berdasarkan hasil uji antara pupuk rumput laut baik padat, cair, maupun campuran keduanya dengan urea diketahui kondisi tanaman menggunakan pupuk rumput laut lebih subur. Dalam uji coba penyemprotan pupuk rumput laut dilakukan dua kali selama masa tanam.

Secara umum, tanaman yang diberi pupuk rumput laut menghasilkan batang lebih besar dan tegak, urat daun terasa kasar, batang tidak mudah patah, dan daun berwarna hijau serta tidak mudah sobek. Sedangkan tanaman yang disiangi pupuk urea memiliki batang yang mudah rebah dan patah, daun berwarna hijau tua, urat daun terasa halus, serta mudah sobek.

Uji efektivitas pupuk rumput laut pada tanaman selama empat pekan memberikan hasil tinggi tanaman yang diberi pupuk padat mencapai 32,8 sentimeter. Sedangkan tanaman yang diberi pupuk urea tingginya mencapai 32,2 sentimeter.

Panjang daun tanaman yang menggunakan pupuk rumput laut padat mencapai 13,7 sentimeter, sedangkan daun tanaman yang menggunakan pupuk urea memiliki panjang 9,3 sentimeter.

"Dari hasil uji efektivitas dapat ditarik benang merah bahwa dengan melihat kekuatan tanaman, ketahanan terhadap lingkungan, serta ukuran tanaman, maka paling efektif menggunakan pupuk rumput laut padat," ujar Rachmaniar. Formula pupuk rumput laut itu rencananya akan dikomersialkan lewat suatu perusahaan swasta pada tahun ini.

Menurut doktor bidang kimia bahan alam dari Universitas Padjajaran, Bandung, itu meski memiliki banyak kelebihan, pupuk rumput laut juga memunyai kelemahan. Daun tanaman yang diberi pupuk rumput laut banyak yang berlubang karena dimakan ulat ketimbang daun tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia.
Namun, di sisi lain, hal itu bisa menjadi indikator bahwa tanaman tidak membahayakan kesehatan manusia ketika dikonsumsi. "Kalau ulat saja takut mengonsumsi kimia, tentu ada sebabnya. Hal itu menujukkan tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia sebenarnya berbahaya jika dikonsumsi manusia" ujar Rachmaniar.




Sumber : Koran Jakarta


Pola Kemitraan untuk Sebuah Usaha Perikanan

Perikanan sebagai komoditas yang sedang berkembang dan terus tumbuh memiliki keunggulan yaitu:
a) Usaha perikanan termasuk usaha yang perputarannya cepat (quick yielding), yaitu sekitar 5 bulan dapat melakukan panen
b) Ikan oleh negara-negara maju dikatagorikan sebagai bahan organik, sehingga memungkin produk ini dapat diekspor ke luar negeri tanpa quota/batasan volume (nonqouta product)
c) Sebagai makanan masa depan (future food) yang menyehatkan tubuh, maka permintaan akan produk ini akan terus meningkat seiiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan kesadarannya
d) Indonesia (termasuk Jambi) memiliki potensi perikanan yang cukup tinggi (high potency).

Pendekatan Efisiensi Usaha
Dalam era globalisasi, dunia usaha akan dihadapkan pada suatu tatanan hidup yang penuh dengan persaingan, baik persaingan dengan Provinsi tetangga untuk pasar lokal maupun dengan negara luar untuk pasar internasional. Faktor kunci agar suatu kegiatan usaha dapat bertahan di era penuh persaingan ini yaitu dimilikinya daya saing yang tinggi, yang hanya bisa dicapai dengan adanya kegiatan usaha yang efektif dan efisien.

Guna menjawab tantangan diatas, agar suatu usaha dapat berjalan dengan efektif dan efisien yaitu dengan membangun kemitraan usaha, dengan kemitraan diharapkan dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas serta transfer teknologi.

Karakteristik dan Permasalahan  Usaha Kecil
Pada umumnya di negara-negara berkembang, baik di Asia maupun di Afrika, usaha kecil merupakan tulang punggung perekonomian negara. Hal ini disebabkan karena jumlah pelakunya yang sangat banyak serta jumlah kumulatif modalnya cukup tinggi. Sehingga usaha kecil memiliki peranan yang sangat penting dan strategis, baik secara makro maupun mikro. Pada tingkat makro usaha kecil berperan dalam penyerapan tenaga kerja non formal, penyedia bahan baku bagi usaha besar, dan dalam perolehan devisa. Sedangkan pada tingkat mikro, usaha kecil berperan sebagai sumber penghasilan keluarga, wadah bagi para calon wira-usahawan.

Adapun permasalahan yang sering dihadapi oleh usaha kecil diantaranya aspek lemahnya kualitas sumberdaya manusia yang berdampak kepada: 1) Pengelolaan usaha yang belum profesional, terutama dalam hal pembukuan, pemasaran dan pembiayaan lainnya. 2) Sulitnya mendapatkan pinjaman modal dari perbankan, mengingat usaha ini tidak memiliki agunan yang cukup. 3) Perkembangan usaha sangat tergantung kepada pribadi si pengusaha, 4) Lemahnya inovasi teknologi, financial, manajemen, pemasaran hasil dan akses terhadap pelayanan pendukung.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit usaha kecil yang mengalami kegagalan, namun sebaliknya banyak juga usaha kecil yang mencapai keberhasilan. Biasanya usaha kecil yang mencapai keberhasilan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Kemandirian
yang tinggi, dari aspek permodalan, pemasaran mapun dukungan serta fasilitas dari pemerintah. 2) Memiliki komitmen yang tinggi serta selalu bekerja keras. 3) Bersikap proaktif dan inovatif.

Dalam pengembangan usaha kecil disktor perikanan di Indonesia, terdapat beberapa pola atau bentuk kemitraan antara usaha kecil atau petani dengan pengusaha besar, yang dapat digolongkan sebagai berikut:
  1. Pola kemitraan inti-plasma. Pada pola ini umumnya merupakan hubungan antara petani, kelompok tani sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Sedangkan kelompok mitra berkewajiban memenuhi kebutuan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Pola ini dapat diterapkan dalam pengembangan Tambak Inti Rakyat.
  2. Pola Kemitraan subkontrak. Pola ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan dengan kelompok mitra yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari hasil produksinya. Pada pola ini ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang menyangkut volume, harga, mutu dan waktu. Pola ini sangat bermanfaat dalam transfer alih teknologi, modal, ketrampilan, dan produktifitas.
  3. Pola Kemitraan dagang umum. Pola ini merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Dalam pola ini pihak yang terlibat adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas tertentu. Penerapan pola banyak dijumpai pada kegiatan agribisnis hortikultura, dimana kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi kemudian bermitra dengan swalayan atau kelompok supermarket. Pihak kelompok tani berkewajiban memasok barang-barang dengan persyaratan dan kualitas produk yang telah disepakati bersama.
  4. Pola kemitraan kerjasama operasional. Pola kemitraan ini merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Umumnya kelompok mitra adalah kelompok yang menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja. Sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaaan sarana produksi lainnya. Terkadang perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin pasar dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Pola ini sering diterapkan pada usaha perkebunan tebu,tembakau,   sayuran   dan   pertambakan.   Dalam   pola   ini   telah   diatur  tentang   kesepakan pembagian hasil dan resiko. 

Sunday, June 27, 2010

Teknik Pembuatan Pupuk Rumput Laut

Rumput laut dapat digunakan untuk pupuk organik bagi tumbuh-tumbuhan.Rumput laut yang merupakan komoditas perikanan yang berupa tumbuhan, sekarang telah banyak dilakukan budidaya di perairan lepas pantai. Berikut teknik pembuatan pupuk dari rumput laut
  1. Rumput laut dalam bentuk padat diawali dengan menghancurkan rumput laut sampai halus. Tujuannya, agar bakteri penghancur dalam proses fermentasi dapat bekerja maksimal. Selain itu, senyawa laktosa (senyawa gula) dapat mudah menyatu;
  2. Semua bahan baku pembuatan pupuk laut itu dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah semisal drum, plastik, atau tempat yang memungkinkan berlangsungnya proses fermenatasi kedap udara;
  3. Waktu fermentasi optimal untuk membuat pupuk rumput laut padat itu sekitar dua pekan;
  4. Selain pupuk pada, ada pula pupuk rumput laut cair, Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat pupuk cair tidak berbeda dengan pupuk padat;
  5. Perbedaan hanya terletak pada proses pembuatan dan lamanya waktu fermentasi. Pupuk rumput laut cair membutuhkan penambahan air dengan waktu fermentasi selam lima hari.

Keunggulan Usaha Perikanan-Kelautan Berbasis Teori Efektivitas Organisasi

Usaha perikanan DIY 20 tahun terakhir penuh dinamika. Tingkat keberhasilannya sungguh variatif antara satu dengan lainnya. Ada yang tumbuh kemudian mati ada yang bertahan, beberapa lainnya malah berkembang mengagumkan. Beberapa ahli menanalisa efektivitas operasional dan strategi merupakan dua aspek esensial untuk mencapai tingkat kinerja usaha yang tinggi. Hasilnya, usaha kelompok bisa tumbuh dan berkembang serta bertahan dengan baik.

Substansi efektivitas operasional adalah upaya melakukan aktivitas yang sama secara lebih baik dari yang dilakukan oleh pesaingnya. Termasuk semua aktivitas yang memungkinkan sebuah institusi usaha (kelompok pembudidaya ikan, nelayan, pengolah maupun pemasar produk perikanan) memanfaatkan sumberdayanya secara lebih baik. Beberapa pelaku usaha mampu mendapatkan hasil yang lebih baik dari pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki karena dapat meminimalisir kegiatan yang tidak efisien, menerapkan teknologi yang lebih tepat, memotivasi organisasi secara lebih baik atau memiliki kemampuan untuk mengakses bahan baku secara lebih baik.

Penyedia benih lele, Kelompok Tani Ikan Mino Ngremboko, Sleman, bisa jadi contoh kasus menarik, sebagai contoh kasus menarik. Sejak 1987, efektivitas operasional dilakukan dengan cara melakukan usaha budidaya secara bersama-sama antara membenihkan lele dumbo dengan beternak burung puyuh. Keduanya saling menunjang, Kotoran puyuh dimanfaatkann untuk pupuk pada proses pembenihan lele dumbo atau ikan sejenisnya.

Sejak 1995, berbarengan bertambahnya luasan lahan pembenihan, kebutuhan pupuk kotoran puyuh makin besar. Kotoran puyuh berfungsi sebagai penumbuh plankton dan biota-biota air lain untuk makanan alami ikan. Selain itu limbah puyuh ini juga mampu mencegah berbagai penyakit ikan yang berasal dari jamur dan aeromonas, menjaga kestabilan suhu dan pH, sementara amoniaknya mampu mengusir ular (hama ikan) dan tikus (hama pakan), memperkeruh air kolam untuk kenyamanan lele dan sekaligus menghilangkan lumut. Ketiadaan lumut membuat konversi pakan lebih efisien. Ransum tidak tersangkut di lumut, sehingga pakan terkonsumsi efektif dan tidak mencemari kolam.

Kombinasi kandang puyuh dan kolam pembenihan, menurut Saptono, mantan ketua Kelompok Tani Ikan ino Ngremboko, sangat efektif. Kotoran puyuh yang bercerna cepat bisa menjadi tambahanmakanan. Dia mengatakan keberhasilan pembenihan lele 60-70 persen ditentukan oleh kotoran puyuh. Di samping itu, penggunaan kotoran puyuh sebagai pupuk dapat menekan biaya operasional hingga 20 persen. Pada dekade awal pembentukan usaha, kelompok tani ini menerapkan pondasi kokoh teori efektifitas operasional dan strategis.

Berdasarkan perspektif manajemen, Total Quality Management telah digulirkan kelompok tani ini. Persaingan menggunakan kesempatan dan waktu, benchmarking, para anggota kelompok mengubah cara-cara yang mereka gunakan dalam melakukan aktivitas dalam rangka menghilangkan inefisiensi, meningkatkan kepuasan pelanggan dan mencapai tingkat kinerja terbaik.

Hal yang paling menarik dari sisi manajemen, efektivitas operasional dilakukan dengan merampingkan susunan organisasi kelompok. Susunan pengurus yang terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, koordinator pemasaran, pengawas produksi dan mutu, serta humas hanya ditempati satu orang tanpa wakil. Dengan satu orang yang menjabat, tanggung jawab kerja menjadi sangat jelas dan biaya operasional organisasi bisa ditekan. Dengan pendekatan manajemen seperti ini, pendapatan anggota kelompok bisa menjadi lebih baik. Alhasil, Kelompok Tani Ikan Mino Hremboko maju pesat. Pemasaran benih lele tidak sebatas wilayah DIY saja, tetapi sudah mencapai Jateng, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Karena permintaan yang makin menanjak, pemenuhan benih lele juga dilakukan dengan kerjasama luar kelompok. Saat ini suplai benih luar kelompok mencapai 20 persen.

Selain mengembangkan usaha pembenihan, kelompok tani ikan ini juga mengelola pasar ikan di kawasan tersebut, pada ban Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Fasilitas yang diberikan kepada konsumen adalah pelayanan plastik gratis, oksigen, dan diantar sampai tujuan.

Likuiditas usaha yang lancar dan transparan membuat kepercayaan perbankan meningkat untuk meminjamkan uangnya, sebagai langkah untuk mengembangkan usaha kelompok tersebut. Berbagai penghargaanpun diraih kelompok tani Mino Ngremboko. Pada tahun 1997, Pemerintah Provinsi DIY memberi piagam penghargaan dan pengukuhan kelompok tani ikan ini sebagai kelompok tani kelas utama. Bahkan, pada bulan November 2001 memperoleh predikat juara I intensifikasi pembenihan rakyat (Inperak) tingkat nasional.

Inti dari strategi bersaing adalah memilih sekelompok aktivitas usaha yang berbeda dalam rangka menghasilkan kombinasi nilai yang unik. Pilihan posisi stategis ini tidak hanya menentukan aktivitas yang akan dilakukan oleh suatu organisasi dan bagaimana masing-masing aktivitas disusun, tetapi juga bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Efektivitas operasional berkaitan dengan tercapainya tingkat terbaik dalam melakukan masing-masing aktivitas atau fungsi. Sedangkan strategi berkaitan dengan pengkombinasian berbagai aktivitas.

Contoh kasus lain adalah Nuraji, pelaku usaha pengolah ramput laut, di Gunungkidul. Dia memulai usaha sejak 25 tahun lalu. Meski dengan teknologi sederhana, terbukti Nuraji mampu bertahan di tengah krisis yang melanda.

Nuraji mengembangkan usaha berdasarkan potensi sumberdaya rumput laut lokal yang ada di Kabupaten Gunung Kidul. Karakteristik pantai Kabupaten Gunung Kidul yang berkarang, memungkinkan tumbuhnya berbagai plasma nutfah rumput laut dengan kelimpahan jenis yang sangat beragam. Nuraji mampu menarik hati pembudidaya rumput laut, sebab dia membeli semua jenis tanpa kecuali, meski dengan harga bervariasi. Ini berbeda dengan pengolah lain yang hanya membeli jenis rumput laut tertentu saja.

Berbagai jenis ramput laut itu diolah untuk makanan jadi atau bahan baku produksi. Misalnya sebagai campuran pakan ternak, urapan/ kudapan makanan, makanan olahan (dodol dan agar-agar), industri kosmetik, dan farmasi. Cara inilah yang membuat Bapak Nuraji dapat menjalankan efektivitas operasional usahanya secara lebih baik. Produksi olahan rumput laut Pak Nuraji saat ini bahan pakan temak 20 kilogram per hari, tepung agar mencapai 20 kilogram per hari, agar kertas 25 kilogram per hari, manisan agar 15 kilogram per hari dan caraginan 60 kilogram hari.

Keunggulan Kelompok Tani Ikan Mino Ngremboko dan usaha pengolahan rumput laut milik Bapak Nuraji melibatkan seluruh sistem aktivitasnya, bukan kumpulan bagian-bagiannya saja. Keunggulan bersaingnya berasal dari bagaimana aktivitas-aktivitasnya disesuaikan dengan keadaan dan memacu aktivitas-aktivitas lainnya. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan saling melengkapi dengan cara menciptakan nilai ekonomis riil. Keduanya mampu menerapkan pondasi kokoh efektifitas organisasi.


Saturday, June 26, 2010

Macam-macam Jenis Ikan Marlin

Pemancing itu mendambakan sekali bisa dapat marlin. Menurut para pemancing kawakan, marlin itu hebat fight-nya. Jenis ikan ini juga cantik sekali. "Kalau terpancing, dia melompat ke atas permukaan 10 sampai 20 meter. Pemancing bisa melihat "musuh" di depannya itu. Ini sebuah pesona yang hanya bisa dinikmati sedikit orang," ujar Dadi Kartahadimadja, yang pernah mendapat marlin seberat 300 kg namun lepas, ketika mengikuti turnamen mancing di Manado. Tapi jika marlin terpancing, dia naik kepermukaan. Ada waktu untuk tarik ulur. Di sinilah pemancing fight bagaimana memenangkan pertarungan. Kapten kapal musti cekatan juga, membantu agar tali tidak putus. Caranya bisa memundurkan kapal agar posisi tali kendur dan ada kesempatan menggulung.

Pemancing itu mendambakan sekali bisa dapat marlin. Menurut para pemancing kawakan, marlin itu hebat fight-nya. Jenis ikan ini juga cantik sekali. "Kalau terpancing, dia melompat ke atas permukaan 10 sampai 20 meter. Pemancing bisa melihat "musuh" di depannya itu. Ini sebuah pesona yang hanya bisa dinikmati sedikit orang," ujar Dadi Kartahadimadja, yang pernah mendapat marlin seberat 300 kg namun lepas, ketika mengikuti turnamen mancing di Manado.

Tapi jika marlin terpancing, dia naik kepermukaan. Ada waktu untuk tarik ulur. Di sinilah pemancing fight bagaimana memenangkan pertarungan. Kapten kapal musti cekatan juga, membantu agar tali tidak putus. Caranya bisa memundurkan kapal agar posisi tali kendur dan ada kesempatan menggulung.

Ada beberapa jenis ikan marlin. Black marlin atau marlin hitam dalam bahasa ilmiah disebut Makaira indica. Kemudian ada blue marlin atau marlin biru (Makaira nigircan). Sailfish atau ikan layar disebut Istiophorus platypterus. White marlin atau marlin putih (Tetrapturus albidus). Dan swordfish atau ikan todak dengan nama latin Xiphias galduys Linnaeus. Masih ada lagi stripped marlin (Tetrapturus audax) dan spearfish (Tetrapturus pfiuegeri / Tetrapturus angustirostris / Tetrapturus belone).

Sail Fish atau Ikan Layar (Istiophorus platypterus)

Black Marlin atau Marlin Hitam (Makaira indica)
Ikan ini yang terdapat di Samudra Hindia dan menjadi buruan dalam kegiatan hobi olahraga memancing di Pelabuhan Ratu. Selain di situ juga terdapat di Samudra Pasifik. Berada pada air dengan suhu 21-30 derajat Celcius dan jarang dijumpai di perairan dingin.

Black marlin atau marlin hitam (Makaira indica)

Ikan ini dapat dengan cepat diidentifikasi karena ini satu-satunya marlin yang memiliki sirip punggung yang kaku. Sirip ini tidak bisa dilipat ke badannya. Garis punggungnya jarang sekali tampak jelas pada ikan dewasa. Punggungnya berwarna biru tua yang langsung berubah warna menjadi putih pada garis punggung. Jika sedang melompat atau sedang makan maka akan terlihat garis biru yang samar di sisinya. Makanannya terdiri dari sotong, makarel, bonito, ikan terbang.

Marlin hitam memiliki tenaga, ukuran dan ketangguhan yang menjadi tantangan pemancing. Ikan ini dikenal dengan kecepatan renangnya dan diikuti gerak menyelam yang dalam. Ikan terbesar yang pernah ditangkap beratnya mencapai 700 kilogram, sekitar lima kali berat marlin umumnya, di Cabo Blanco, Peru pada 4 Agustus 1953.

Blue Marlin atau Marlin Biru (Makaira nigircan)
Ikan marlin biru terbesar yang pernah ditangkap beratnya 637 kilogram di Vitoria, Brazil 29 Februari 1992. Ikan ini hidup pada perairan hangat. Ikan ini tidak seperti marlin hitam dijumpai juga di Samudra Atlantik berada pada kawasan tropik dari samudra itu. Ikan ini tidak terdapat di kawasan perairan Pelabuhan Ratu.

marlin biru (Makaira nigircan)

Ciri ikan ini adalah sirip pektoralnya tidak pernah kaku, bahkan ketika telah mati masih bisa dilipat ke dalam tubuhnya. Sirip dorsalnya tinggi dan tajam, tingginya lebih dari lebarnya tubuh ikan. Sirip ekornya besar dan berujung tajam.
Ikan jenis ini termasuk petarung agresif yang kerap kali melompat ke udara, seakan-akan tidak kenal lelah. Mereka berenang dengan cepat dan kuat.


White Marlin atau Marlin Putih (Tetrapturus albidus)
Biasanya berat maksimum ikan dewasa jantan hanya 90 kilogram. Sedangkan yang betina sebagaimana ikan-ikan jenis ini bisa tumbuh menjadi raksasa. Ikan terbesar yang pernah ditangkap beratnya hanya sekitar 82,3 kilogram yang juga didapat di Vitoria, Brasil pada 8 Desember 1979.

Ikan ini tersebar di Samudra Atlantik, Teluk Meksiko dan Laut Karibia serta juga di Laut Tengah di Eropa. Ikan ini bisa bermigrasi ke perairan tropis. Dan kerap berada dekat dengan pantai.

Ciri yang paling menonjol adalah sirip dorsal, pektoral dan ekornya berbentuk bulat bukan tajam. Sirip pektoralnya dapat dibengkokkan hingga rapat dengan tubuhnya. Garis sisinya sangat jelas. Warna ikan ini lebih mendekati warna hijau dibandingkan marlin lainnya.


swordfish atau Ikan Todak (Xiphias galduys Linnaeus)
Berat maksimum ikan ini mencapai 682 kilogram, dan yang terberat ditangkap di Iquique, Cili seberat 537 kilogram. Cucutnya paling panjang, lurus dan lebar. Hidup pada suhu 13 hingga 22 derajat Celcius. Ikan ini ditemukan di hampir semua perairan di permukaan bumi.

Ciri paling mudah adalah sungut tajam yang menyerupai pedang. Pedang ini digunakan untuk bertahan atau membunuh, menyerang mangsanya. Makannya seperti marlin lainnya berupa sotong, lumba-lumba, dan makarel.
Punggungnya bisa berwarna coklat tua, perunggu, ungu metalik, biru keabu-abuan atau hitam sama sekali. Sisinya bisa gelap, dan bagian bawahnya putih.

Ikan ini mudah takut oleh kedatangan kapal dan tingkahnya tidak menentu walau jarang sekali mereka menyerang kapal. Sungutnya kerap digunakan untuk memotong tali pancing.

Kini populasi marlin jauh berkurang. Jumlah ini tergantung pada si pemancing. Jika dia baru pertama kali dapat marlin, dia ingin berfoto dengan hasil tangkapannya. Untuk ini tentunya tidak akan dilepas karena harus dibawa ke pelabuhan. Sebetulnya yang paling membuat populasinya turun drastis, menurut Dadi, adalah commercial fishing, atau tertangkap jala. ”Ikan marlin memang enak. Dia merupakan perpaduan antara daging tuna dan tenggiri. Steaknya kan terkenal sekali.”
(SH/tot/ ads)


Sumber : www.pantai.netfirms.com


Perikanan Darat Bagian Kebudayaan Lokal

Selama ini, aktivitas perikanan tangkap mendominasi pembangunan perikanan nasional. Secara politik, kondisi ini memposisikan perikanan darat/perairan umum (sungai, situ, danau dan rawa) sebagai kelas dua, maka aktivitas perikanan darat mandek.

Revitalisasi perikanan hanya mengutamakan pertambakan udang, dan budidaya laut yaitu rumput laut dan ikan karang, padahal perikanan darat memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri. Harusnya, pemerintah memberikan porsi yang seimbang antara keduanya.

Perikanan darat memiliki keunggulan dan keunikan dalam pengembangannya.
Pertama, potensinya memiliki varitas/jenis yang bersifat endemik. Contohnya, ikan bilih (Mystacoleuseus padangensis) yang di dunia hanya terdapat danau Singkarak, Sumatera Barat, juga ikan jenis lawat (Leptobarbus hoevanii), baung (Mystus planices), belida (Chitala lopis), dan tangadak (Barbodes schwanenfeldi) di Danau Sentarum Kalimantan Barat dan sungai-sungai pulau Sumatera, nike-nike di Danau Tondano, Sulawesi Utara dan ikan gabus asli (Oxyeleotris heterodon) Danau Sentani di Papua.

Kedua, keberadaan ikan endemik menyatu dengan perilaku/pola hidup masyarakat lokal. Mereka menganggap ikan endemik menjadi bagian kebudayaan dan dikonsumsi secara turun-temurun. Maka mereka juga memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestariannya.

Ketiga, secara ekologis dan klimatologi ikan endemik memiliki habitat hidup dan berkembang biak yang khas. Amat tidak mungkin ikan bilih, Danau Singkarak dikembangbiakan di Danau Poso. Inilah sumber kekhasan sumber daya genetiknya.

Keempat, lahan budi daya perikanan darat yang mengandung jenis ikan endemik belum dimanfaatkan secara optimal. Baru beberapa daerah yang memberdayakan dan memberdayakannya dengan pariwisata misalnya Danau Tondano, Danau Singkarak, Danau Poso dan Danau Sentani. Kelima, jenis ikan endemik harganya mahal karena rasanya unik, khas dan langka sehingga menjadi trade mark tersendiri bagi daerah itu. Contohnya, ikan semah (Tor tambra, Tor dourounensis dan Tor tambroides, Labeobarbus douronensis) dari Sungai Kapuas harganya sampai Rp 250.000/kg. Enam Problem Otonomi daerah dalam aspek perikanan dan kelautan tidak hanya dimaknai sebatas kewenangan pengelolaan wilayah laut oleh pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. Otonomi daerah juga harus dimaknai sebagai upaya mengelola dan mengembangkan perikanan darat utamanya ikan endemik yang terancam punah. Pemaknaan ini akan menciptakan kedaulatan pangan di tingkat lokalitas.

Berbagai problem mengancam keberlanjutan budidaya ikan endemik dan kelestariannya, yaitu

Pertama, ekspoitasi berlebihan. Contohnya, data tahun 1997 menyebutkan stok ikan Bilih mencapai 542,56 ton dan yang telah dieksploitasi sebesar 416,90 ton (77,84 persen). Ini menggambarkan sumberdaya ikan bilih sudah mengalami tangkap lebih.

Kedua, introduksi ikan lain yang bersifat predator dan kompetitor. Kasus introduksi ikan gabus toraja (Channa striata) di Danau Sentani, mengancam Ikan gabus asli Danau Sentani. Hal serupa juga terjadi di Danau Poso dan Malili di Sulawesi Tengah.

Ketiga, ancaman kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertanian dan pembabatan hutan. Akibat kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk anorganik, limpasannya masuk ke sungai dan danau, sehingga mencemari dan merusak habitat ikan endemik.

Hal serupa akan terjadi akibat pembabatan hutan di hulu sungai, tepi danau dan daerah tangkapan air. Penurunan populasi ikan endemik di sungai, danau maupun lubuk-lubuk di Kalimantan dan Sumatera bersumber dari aktivitas pertanian dan pembabatan hutan.

Keempat, proses sedimentasi yang disebabkan oleh limpasan lumpur dari aktivitas pertanian di tepi danau menyebabkan danau semakin dangkal. Juga, pembabatan hutan di hulu menyebabkan sungai mengalami pendangkalan.

Otomatis proses sedimentasi yang semakin bertambah setiap tahunnya mengancam hilangnya habitat ikan endemik. Di Sungai Mahakam akibat sedimentasi sudah sulit mendapatkan ikan baung dan lais.

Kelima, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kasus yang terjadi di Danau Sentarum, Kalimantan Barat, yakni adanya penggunaan bubu warin (alat tangkap berukuran mata jaring < 0,5 cm sejak tahun 2000) menyebabkan turunnya populasi ikan di daerah ini. Keenam, penyediaan pakan ikan budidaya mengancam kelestarian ikan endemik. Pengembangan budidaya keramba mengancam ikan endemik Danau Sentarum karena pakannya diambil dari ikan–ikan kecil di danau ini.

Delapan Kebijakan
Melindungi sumber genetik plasmah nutfah dan mengembangkan budidaya perikanan darat berbasis ikan endemik memerlukan kebijakan strategis.

Pertama, mengembangkan riset pemuliaan genetik ikan endemik. Hasil riset ini akan melahirkan bank genetik ikan endemik Indonesia, sekaligus melindungi plasma nutfahnya.

Kedua, mengembangkan pusat pembudidayaan ikan air tawar endemik yang mampu menyediakan bibit/benih secara massal baik untuk budi daya sungai maupun danau atau situ. Pusat-pusat ini dibangun daerah-daerah yang memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri.

Ketiga, menerbitkan perangkat undang-undang sumberdaya genetik untuk menangkal pihak asing melakukan bio piracy terhadap komoditas endemik khas Indonesia. Hukum yang tersedia baru Keppres No. 43 Tahun 1978 yang menyatakan bahwa jenis ikan yang dilindungi di pulau Kalimantan dan Sumatera adalah arwana Super Red, Golden Red, Banjar Red, arwana Green (hijau) yang ditemukan di Taman Nasional Danau Sentarum dan Sungai Kapuas.

Keempat, melestarikan lingkungan kawasan perairan umum (daerah aliran sungai, danau, situ) dan tangkapan air yang mampu menjamin ketersediaan air tawar dan mencegah sedimentasi maupun pencemaran air. Prioritaskan bagi kawasan perairan umum yang sudah memiliki sumber daya ikan endemik dan terancam punah.

Kelima, mengembangkan alat tangkap yang ramah lingkungan dari segi jenis, ukuran, maupun variannya. Akan lebih baik menggunakan alat tangkap yang hanya menyeleksi ikan-ikan endemik yang masuk kategori layak konsumsi dan jual.

Keenam, menyeleksi introduksi ikan–ikan non-endemik yang bersifat predator, kompetitor dan pembawa penyakit yang nantinya mengancam kelangsungan hidup ikan endemik.

Ketujuh, menyeragamkan pangan berbasis ikan endemik, contohnya fillet, nugget, bakso ikan dan kerupuk ikan. Kedelapan, memberdayakan kelembagaan lokal dan kearifan masyarakat dalam membudidayakan ikan-ikan endemik.

Gagasan yang dipaparkan dalam tulisan ini merupakan langkah strategis dan politik untuk membangun paradigma baru dan merevitalisasi kebijakan budidaya perikanan yang selama ini cenderung mengabaikan perikanan darat.

Hal serupa berlaku juga bagi perairan umum lainnya yang sudah mengembangkan ikan air tawar berbasis waduk (Jatiluhur, Cirata), danau serta situ, demi pemenuhan pangan protein. Dengan demikian, bangsa ini akan berdaulat atas pangan yang bersumber dari ikan endemik, termasuk dalam penyediaan benih.

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia


Chinese-German Cooperation To Develop 'SuperBio' Tilapia

AUSTRALIA - Several German and Chinese companies signed an agreement this month to produce completely controlled `Organic SuperBio Tilapia´ to sell in Europe and China.

The Baader Group, the Pourkian Group, the Fraunhofer Institute for production lines and construction techniques, San’an Technology Group and Maoming Hi-Taste Aquatic Product Technology Co Ltd all signed the deal on 12 June.

“We want to bring high quality products into the market, with an own philosophy, according to the today’s way of living and in a quality, which can be checked by the consumer immediately,” said Dr Dietrich Fischer, programme manager of poultry and fish at the Pourkian Group.

In recent years, a market for high class bio products has grown steadily in Germany and China. To serve these rising markets with high quality fish – whose quality is improved in the form of bio products – that will be regulated by these countries’ bio regulations, the companies will cooperate to create a closed Organic SuperBio process chain.

The partners agree that the organic fish products, which will be exported from China to Europe, must meet the European Union’s (EU) bio standards as well as the ISO, IF, GMP and GlobalGap standards. However, the firms aim to exceed EU bio standards, which permit five per cent of chemical additives.

Chinese partner San’an will conduct different tests, certificates and audits for the fish farmers.

“By a permanent control of the value added chain we will secure a constant high quality of the final products for the consumers,” said Professor Kai Mertins, who signed the agreement on behalf of the Fraunhofer Institute.

The Organic SuperBio products will be easily recognisable by customers through labelling, the firms said.

The Institute will ensure the Organica SuperBio standards are enforced. They must be developed and localised based on the valid Bio and processing standards.

All fish products will have their own brand.

“Together with the German and Chinese partners we will bring products into the market, which will surpass the European Bio decrees and which can be bought at affordable prices,” says Kourosh Pourkian of the Pourkian Group, the initiator of the project.

Maoming is one of the biggest aquaculture and processing companies for tilapia. The firm will have a leading role in the agreement.

The San’an Technology Group in Beijing is working to develop biological agriculture. It will also take a key role in the enterprise.

For over 90 years, the Baader Group has been a worldwide leading developer, producer and supplier of machinery for food stuff processing lines and especially for fish.

Pourkian specialises in the development and organisation of Bio markets in Europe.


Sumber : TheFishSite News Desk


Friday, June 25, 2010

Produksi Ikan Ditargetkan 10 Juta Ton pada 2011

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan 147 lokasi minapolitan di seluruh kabupaten/ kota di Indonesia bisa mendongkrak target produksi perikanan hingga 10 juta ton pada 2011.

"Yang sudah ditetapkan Menteri ada 147 lokasi, untuk budi daya mendapat alokasi di 100 lokasi, sedangkan perikanan tangkap sebanyak 47 lokasi," kata Dirjen Budidaya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Made L Nurdjana saat dihubungi, Kamis (24/6).

Namun, Made mengakui, untuk merealisasikan target tersebut, dibutuhkan tambahan anggaran, Jika tahun ini, di APBN, perikanan budi daya mendapatkan alokasi 500 miliar rupiah, pihaknya mengusulkan naik menjadi 850 miliar rupiah. "Tetapi kita tidak hanya bergantung ke APBN karena kontribusinya selama ini hanya 18-20 persen. Kita menggandeng swasta dan memanfaatkan kredit program," ungkap dia.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan pihaknya mengajukan anggaran lima triliun rupiah untuk mendukung pencapaian target produksi perikanan 10 juta ton pada 2011.Anggaran itu relatif bisa dipenuhi. Pasalnya, saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah mendapat pagu indikatif 4,7 triliun rupiah untuk 2011. "Misalkan untuk budi daya perikanan, akan kita tingkatkan dari 500 miliar - 600 miliar menjadi 1,5 triliun rupiah," tandas Fadel. aan/E-2


 Sumber : Koran Jakarta 25 Juni 2010


Mendongkrak Pemasaran Ikan Dari Aceh

 “Produksi perikanan dari Tempat Pendaratan Ikan di Idi, Aceh Timur, setiap hari adalah 30-35 ton. Sebagian untuk konsumsi lokal, lainnya untuk diekspor ke Malaysia melalui Medan. Mengapa tidak langsung dari Aceh?” demikian pertanyaan yang dilontarkan oleh Dr. Miasuddin, dari Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, dalam Workshop yang diselenggarakan oleh FAO, Kementerian Kelautan dan Perikanan, INFOFISH Kuala Lumpur, dan Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi NAD, di Banda Aceh (22/6).
          
Ikan dari Belawan, Medan, memasuki Malaysia, kebanyakan lewat pelabuhan Lumut, negara bagian Perak. Ekspor ikan dari Medan ke Malaysia sekitar 30 ton per hari. Dibanding Belawan, Idi memang memiliki beberapa kelemahan. Prasarana dermaga, pabrik es, cold storage belum ada, stasiun bahan bakar belum memadai, alur pelabuhan sering dangkal. Dan yang lebih penting lagi, pengusaha lokal yang cukup besar untuk melakukan ekspor belum ada.
         
Sangat jauh dibanding dengan pelabuhan perikanan Belawan, Medan, yang memiliki 4 pabrik es, 7 unit cold storage, 8 unit galangan kapal dan aktif berbisnis 20 pedagang besar bidang perikanan.
          
Perjalanan laut dari Idi ke Lumut, Malaysia, selama 16 jam, memang lebih lambat 4 jam, dibanding dari Belawan ke Lumut. Akan tetapi, pengangkutan lewat darat dari Idi ke Belawan juga memakan waktu lama.
          
Sebetulnya saat ini hubungan dagang produk perikanan antar wirausaha Aceh dengan Malaysia telah terjalin baik. Apalagi setelah FAO memfasilitasi sistem pemasaran dan informasi hanya menggunakan SMS handphone telah menjangkau 19 kabupaten di wilayah Aceh dan mitranya di Malaysia. Oleh karenanya, penguatan Pelabuhan Perikanan Idi di Aceh Timur, dan Lampulo di dekat Banda Aceh merupakan langkah strategis yang di dukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
          
Soen’an H. Poernomo, Kepala Pusdatin, KKP, yang memandu Workshop, menyampaikan bahwa titik kuncinya adalah tiga faktor, yakni ketersediaan prasarana, keberadaan pengusaha lokal, dan penguatan sistem pemasaran. Dalam aspek  prasarana, pemerintah provinsi telah membebaskan lahan, dan KKP telah mensuplai anggaran untuk dermaga. Apabila prasarana memadai, eksportir dari Medan tentunya akan tertarik juga ke Idi, dan pengusaha lokal juga diharapkan dapat tumbuh. Alternatif lain BUMN perikanan juga dapat berperan.
          
Sistem informasi harga yang ada di Aceh menurut Soen’an telah menjadi model, dan KKP akan memperluas secara bertahap ke tingkat nasional, dimulai dengan provinsi yang sudah siap, yaitu Jawa Timur, Yogyakarta dan Gorontalo. Erik Hempel, salah satu pembicara yang aktif membantu FAO dan INFOFISH, sepakat dengan rencana pemantapan pemasaran oleh KKP tersebut. Konsultan dari Norwegia ini menyatakan bahwa hanya dengan pemasaran yang baik maka tujuan mewujudkan Indonesia sebagai produsen terbesar hasil perikanan pada tahun 2015 akan tercapai.
          
Soen’an menambahkan, pengembangan ikan dari Aceh ini memiliki arti yang strategis dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah tersebut. Jumlah penduduk miskin di Aceh sekitar 36%, dan lebih dari 80% nelayan tergolong miskin. Padahal, Aceh memiliki potensi yang cukup besar, dengan panjang pantai 2.467 km, luas areal budidaya 43.173,5 ha, serta potensi lestari laut sekitar 493,93 ribu ton per tahun.

Benih udang dan bandeng telah terkenal berasal dari Aceh. Pengembangan akuakultur di daerah ini juga termasuk yang terbesar setelah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Dalam sejarah perikanan samudera, pelabuhan Sabang juga pernah menjadi alternatif pelabuhan perikanan Benoa, Bali dan Jakarta. ***


Sumber : Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi


Anggaran Pembangunan Kawasan Perikanan Rp 200 Miliar

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengalokasikan Rp 200 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2011 untuk membangun 28 kawasan khusus perikanan (Minapolitan) sebagai bagian dari pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK).

"Sekarang kita sudah fokus lagi mengenai berapa per daerah dana yang dibutuhkan. Totalnya ada Rp 200 miliar untuk 2011," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Jakarta, pekan lalu. Menurut Fadel, pengembangan KEK harus memikirkan jenis komoditas diunggulkan agar kegagalan pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) tidak terulang. "Misalnya, Morotai untuk sentra tuna dan itu bekerja sama dengan luar negeri dan Boyolali untuk sentra lele," ungkapnya.

Sementara itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah menargetkan sudah memiliki paling tidak lima kawasan ekonomi khusus (KEK) yang sudah berkembang pada 2014. "Prioritas kita sampai 2014 paling tidak ada lima KEK (yang berkembang)," kata Hatta Rajasa.

Ia menyebutkan, pemerintah sedang mengevaluasi kelima KEK itu termasuk menetapkan strategi pengembangan, desain utama, dan kerangka kerja pengembangannya. Ketika ditanya lima KEK yang dimaksud mana saja, Hatta belum bersedia menyebutkan, namun lima KEK itu tersebar hingga ke Indonesia bagian timur.

"Nanti saya sampaikan, tapi itu sampai ke Indonesia Timur pun masuk seperti di Papua," katanya. Dia menjelaskan, pengembangan ekonomi wilayah dibagi ke dalam koridor-koridor ekonomi, di dalam koridor ekonomi terdapat KEK, dan di KEK terdapat kluster-kluster. "Jadi kalau kita mengatakan KEK Papua, ada kluster-kluster seperti Papua Barat, Merauke, dan Biak. Itu akan kita dorong menjadi daerah yang1 tumbuh pesat," katanya.

Terkait pemasaran hasil laut, Fadel mengatakan, secara bertahap komoditas perikanan lainnya akan diperdagangkan dengan sistem lelang elektronik. "Bulan depan (Juli) diawali dengan rumput laut. Selanjutnya, dikem-bangkan untuk mutiara dan tuna. Kita akan bahas ini lebih lanjut denganpihak pasar," paparnya.

Menurutnya, dengan cara ini, efisiensi pasar akan tercapai, transaksi terjadi secara transparan, dan indeks harga bisa terpacu setiap saat.

Diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai awal Juli 2010 akan mengembangkan pasar domestik rumput laut melalui sistem e-pasar. Pengembangan pasar dengan cara elektronik (e-pasar) itu diyakini cocok untuk mendukung struktur pasar komoditas rumput laut yang sekarang mencapai ribuan produsen.

Sebelumnya, Direktur Usaha dan Investasi KKP, Victor Nikijuluw, mengatakan, struktur pasar komoditas rumput laut di Tanah Air terdiri dari 29 pabrik pengolahan, ribuan produsen, dan ratusan pedagang, iB.yui



Sumber : Suara Karya  25 Juni 2010,hal.7

Thursday, June 24, 2010

Menteri Fadel Kembangkan Produsen Ikan Domestik

Pemerintah menargetkan bisa menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di dunia pada 2015. Saat ini, Indonesia masih menduduki posisi ke-6 di bawah Peru, Malaysia dan Thailand. Sementara posisi pertama masih dipegang China. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, untuk mencapai hal itu dia sedang melakukan perombakan besar-besar di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selain membuat terobosan program, dia juga mengubah pola anggaran di KKP.

"Saya ubah semua anggaran. Yang tadinya dirjen-dirjen yang menyentuh langsung nelayan anggaran kecil, saya tingkatkan berkali-kali lipat dan dijadikan ujung tombak. Sementara anggaran Sekjen dan Irjen saya jadikan hanya penunjang dan anggarannya dipangkas sebesar 11 persen saja. Padahal, sebelumnya sangat tinggi," kata Fadel dalam acara IKA-ITS Summit 2010 di Jakarta, kemarin.

Untuk tahun 2011, sambungnya, pihaknya juga akan mengajukan anggaran sebesar Rp 5 triliun. Dana ini sebagian akan digunakan untuk membeli kapal-kapal besar untuk nelayan dan budi daya ikan. "Tahun ini kita dapat anggaran Rp 3,2 triliun. Di pagu anggaran sementara untuk tahun 2011, dana KKP sekitar Rp 4,7 triliun. Tapi saya akan bicara lagi untuk ditambah. Sebab ini untuk kesejahteraan nelayan dan rakyat kecil," tuturnya.

Fadel melanjutkan, saat ini pi-haknya juga sedang berusaha mengembangkan kawasan nelayan dengan konsep minapolitan. Konsep ini merupakan konsep pembangunan ekonomi yang berbasis perikanan dengan sistem manajemen kawasan berdasarkan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas, akselerasi tinggi.

Dalam pelaksanaannya, jelas Fadel, maka di setiap kawasan nelayan akan dibangung pabrik-pabrik produksi ikan, pabrik cs dan alat pendingin ikan. Dengan itu hasil ikan yang didapat oleh nelayan bisa punya nilai tambah dan tidak busuk kalau tidak laku.

"Kita targetkan dalam duatahun ini bisa membangun 48 minapolitan. Untuk tahun ini kita bangun 28 dulu. Salah satunya adalah kawasan Pelabuhan Ratu, Sukabumi," ucapnya. Untuk pembangunan itu, tahun ini KPP sudah menyediakan dana sebesar Rp 800 miliar. Dana ini, kata Fadel, memang jauh dari cukup. "Tapi yang penting di tiap kawasan nelayan ada tempat pengolahan, dan pabrik es dulu. Dengan begitu, harga ikan mereka tidak jatuh," imbuhnya.

Untuk budi daya, tahun ini KPP juga telah menyediakan anggaran sebesar Rp 1,5 triliun. Alokasi ini naik tajam, sebab tahun lalu anggaran budi daya hanya sekitar Rp 600 miliar. Mcnurut Fadel, hal itu dilakukan karena budi daya ikan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. "Ikan-ikan seperti lele, patin, mas itu gampang sekali untuk dibudidayakan. Dalam tiga bulan saja sudah bisa dipanen. Makanya kita akan mcng-cnjot budidaya ini. Saya targetkan tahun depan produksi dari hasil budidaya bisa meningkat sampai 500 perscn."ujamya.

Dengan langkah ini. Fadel yakin secara bertahap posisi Indonesia sebagai produsen perikanan bisa naik secara perlahan. Tahun ini produksi ikan hanya sebesar 9,6 juta ton. "Tahun 2011 akan kita tingkatkan menjadi 10 koma sekian dan terus akan kita bikin lompatan sehingga pada 2015 produksi kita bisa mencapai 22 juta ton dan jadi yang terbesar di dunia," tandasnya. usu

 
Sumber : Rakyat Merdeka 24 Juni 2010


KKP Anggarkan Rp 5 Miliar untuk Wirausaha Pemula

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 5 miliar untuk paket wirausaha pemula khusus ikan air tawar, lele, pada 2011. Peningkatan produksi lele itu sejalan dengan tingkat konsumsi masyarakat

"Kita akan anggarkan Rp 5 miliar dan ini hanya dari Ditjen Perikanan Budi Daya saja," kata Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Made L Nurdjana di Jakarta, kemarin. Menurut Made, dukungan untuk peningkatan produksi lele tersebut juga didukung anggaran dari Ditjen Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP) karena berkaitan erat dengan urusan investasi teknik pengolahan lele di sentra-sentra Minapolitan Lele. "Harapan kita Kementerian Pekerjaan Umum juga akan mendukung pengembangan MinapoHtan Lele dengan membuat irigasi mikro yang dapat memompa air sungai dan menyalurkan ke tambak rakyat," ujarnya.

Lebih jauh dia mengatakan, KKP telah menetapkan lima lokasi pengembangan Minapolitan Lele yang akan dipacu berproduksi hingga 30 ton per hari. Sentra-sentra besar tersebut akan berada di Bogor, Boyolali, Pacitan, Gunung Kidul, dan Blitar. "Ini sentra-sentra besarnya. Yang paling besar ada di Gunung Kidul yang sekarang berproduksi lima ton per hari dipacu agar bisa berproduksi 30 ton perhari," tuturnya.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, ada empat faktor yang akan dilakukan KKP dari sisi ekonomi untuk menggalakkan produksi hingga konsumsi lele. Pertama, menggiatkan budi daya lele skala kecil hingga menengah yang disebar di beberapa sentra utama. Kedua, mengupayakan agar memasyarakatkan lele sehingga konsumsi meningkat. Ketiga, mengembangkan industri atau pengolahan lele. Terakhir, menjadikan lele sebagai sumber pangan yang merambah berbagai kalangan.

"Selama ini lele lebih banyak dinikmati masyarakat kelas bawah. Kita akan membuat lele juga menyentuh kalangan elite negeri ini," ujar Fadel. Namun, dia mengingatkan, hambatan yang perlu dipecahkan adalah mengembangkan pakan lele murah sehingga biaya produksi menurun. Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi lele pada 2014 meningkat sebesar 450 persen, yakni dari 200.000 ton per.tahun menjadi 900.000 ton per tahun. (B.yu)


Sumber : Suara Karya 24 Juni 2010


Satelit untuk Petakan Potensi Rumput Laut

Sumber hayati di pesisir Indonesia yang sangat luas, bahkan terluas di dunia, hingga kini hanya sebagian kecil yang telah teridentifikasi potensinya. Rumput laut salah satunya. Meskipun jumlahnya di Indonesia diketahui mencapai 682 spesies, hingga kini baru 20 spesies yang diteliti potensinya. Adapun yang dimanfaatkan secara komersial baru tiga spesies, yaitu Eucheuma cottonii, Glacillaria ve-rucosa, dan Sargasum.

Hal ini disampaikan Rachmaniar Rachmat, Ketua Ikatan Fi-kologi Indonesia (IFO. yang juga peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPD di sela acara Seminar dua hari bertema "Peranan Algae sebagai Sumber Pangan dan Energi Alternatif yang berakhir Rabu (23/6). Seminar ini diselenggarakan LIPI bekerja sama dengan IFI, Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) dan Indonesia Seaweed Society (ISS).

Satelit Jepang

Untuk mempercepat identifikasi potensi rumput laut, terutama jenis Sargasum, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan survei dan pemetaan menggunakan data penginderaan jauh satelit milik Jepang, yaitu Advanced Land Observing Satellite (ALOS) dan satelit Formosa kepunyaan Taiwan.

Hal ini disampaikan Jana T Anggadiredja, pakar rumput laut dari BPPT, yang juga Ketua ISS. "Satelit tersebut bekerja pada spektrum yang luas dan dapat menghasilkan resolusi sangat tinggi," ujar mantan Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT.

ALOS, antara lain, didesain untuk survei dan pemetaan sumber daya alam, termasuk di pesisir. Untuk itu, di satelit ini diterapkan sensor yang mutakhir, yaitu Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM), Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2 (AVNIR-2), dan Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PAL-SAR).

AB Susanto, pendiri Yayasan Rumput Laut Indonesia, yang juga Koordinator Kerja Sama di Biro Perencanaan dan Kerja Sama Internasional Kementerian Pendidikan Nasional, mengatakan, peningkatan kemampuan dan jumlah sumber daya manusia dalam budidaya dan industri rumput laut dilakukan dengan mendirikan sekolah menengah kejuruan bidang rumput laut (YUN)


Sumber : Kompas 24 Juni 2010


Wednesday, June 23, 2010

Perketat Pengawasan Ekspor dan Impor

Pemerintah berniat memperketat pengawasan ekspor-impor produk perikanan menyusul kian meningkatnya arus perdagangan dalam dan luar negeri. Demi pengetatan pengawasan tersebut pemerintah segera menerbitkan aturan Menteri Kelautan dan Perikanan dan pembentukan Badan Karantina Ikan.

"Enam bulan terakhir arus perdagangan hasil perikanan terus meningkat. Ekspor lebih besar dibanding impor, tetapi pemerintah dalam hal ini KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) tetap mengawas demi pengendalian mutu dan kesehatan," kata Direktur Pemasaran Luar Negeri KKP Saut Parulian Hutagalung di Jakarta, Senin (21/6).

Sementara itu, Dirut PT Fishindo Lintas Samudera Nanang Soengkono menegaskan pengetatan pengawasan merupakan langkah positif, namun tidak boleh menghambat proses ekspor-impor. Pengawasan, kata Nanang, terutama terkait kualitas produk impor yang masuk ke dalam negeri karena selama ini kurang diper-hatikan."Rencana pemerintah memperketat pengawasan sangat bagus agar perlakuan terhadap eksportir dan importir sama. Selama ini pengetatan lebih diutamakan bagi eksportir," kata Nanang, yang mengaku sering mengekspor tuna ke kawasan Timur Tengah dan AS tersebut

Menurut Saut Parulian, kian meningkatnya impor produk perikanan untuk konsumsi maka pengendalian mutu menjadi keharusan. Regulasi impor ini mengatur dari sisi perlindungan kesehatan dan kelayakan konsumsi (sanitary and phytosanitary). Pada dasarnya aturan ini diperlakukan sama antara produk yang masuk dan keluar."Prinsipnya resiprokal, kalau produk kita keluar harus memenuhi standar negera tujuan, demikian juga produk mereka yang masuk ke sini. Semua urusan pengawasan ada di bawah Badan Karantina Ikan," kata Saut Parulian.

Saut menjelaskan, Peraturan Presiden tentang Pembentukan Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu sudah keluar dan akan dioperasikan dalam waktu dekat Fungsi dan pengendalian mutu serta keamanan pangan selama ini sudah berjalan di KKP, walaupun ditangani dua unit kerja terpisah yakni Direktorat Standarisasi dan Akreditasi di Ditjen Pengolahan dan Pemasaran serta Pusat Karantina Ikan di Setjen KKP "Peraturan Menteri KP tentang pengendalian mutu nanti merupakan regulasi pertama selama 30 tahun. Selama ini itu, kita memang tak punya aturan tentang mutu, terutama produk impor," jelas Saut

Impor Lebih Kecil

Saut mengakui, volume impor produk perikanan selama ini lebih kecil dibanding ekspor. Impor tepung ikan untuk pakan perikanan budidaya misalnya, hanya berkisar 5% hingga 7% dibanding ekspor yang mencapai 60% hingga 70%.

Data KKP pada periode Januari hingga Maret 2010 menunjukkanekspor naik 8% dibandingkan Januari - Maret 2009 yakni dari US$ 577 juta menjadi US$ 622 juta. Sedangkan data impor 2008 menunjukkan, volume tercatat 280 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 268 juta. Tahun 2009 volume impot tercatat 332 ribu ton se-nilai US$ 300 juta, dan pada periode Januari - Maret 2009 volume impor sebesar 67 ribu ton dengan nilai US$ 58 juta. Pada Januari-Maret 2010 tercatat volume impor sebanyak 77 ribu ton dengan nilai US$ 77 juta.

Sedangkan volume ekspor 2008 tercatat 911 ribu ton senilai US$ 2,6 miliar, tahun 2009 volume impor 881 ribu ton senilai US$ 2,4 miliar, dan pada Januari -Maret 2009 volume impor 203 ribu ton dengan nilai US$ 577 juta, dan Januari Maret 2010 tercatat volume impor 235 ribu ton senilai nilai US$ 622 juta.Saut menjelaskan, meningkatnya permintaan produk perikanan ke Eropa menyusul diterbitkannya aturan Komisi Eropa No 219 Tahun 2010 yang mencabut Waji Uji Logam Berat atas produk tuna dari Indonesia.

Sedangkan meningkatnya impor, kata Saut dipicu berlakunya perjanjian perdagangan bebas antara Asean-Tingkok, serta antarnegara anggota Asean. Impor hasil perikanan Januari hingga Maret 2010 naik 32% dibandingkan Januari-Maret 2009 yakni dari US$ 58 juta menjadi US$ 77 juta, atau naik 13% dari total ekspor.Sejumlah produk perikanan seperti udang, kakap merah, tuna, cattle tish (octopus, cumi-cumi masih menjadi primadona."Khusus udang produksi kita masih terbatas meski permintaan Eropa tinggi. Produksi patin kita tinggi, tapi harga kalah bersaing dengan Vietnam," kata Saut.

Syarat API

Saut Parulian menjelaskan, pengetatan pengawasan juga mengatur persyaratan bagi importir. Persyaratan itu meliputi, Angka Pengenal Impor (API) yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemen-dag). Jika impor untuk keperluan ba-han baku industri, maka importir ha-rus memiliki API-P (produsen). Importir merupakan unit pengolahan ikan (UPI) yang menerapkan sistem jaminan mutu (HACCP).

Jika impor untuk keperluan distribusi harus memiliki API-U (umum). Selain itu, produk impor harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan SNI, disertai sertifikat kesehatan, surat keterangan asal (certificate of origin) dari negara penghasil, memenuhi aturan pelabelan (proper labeling) dan maksimal penggelasan (glazing/soaking) produk 20%, dan harus masuk melalui pelabuhan yang ditentukan pemerintah.

"Penguatan pengawasan ekspor impor perikanan agar misi Indonesia mengembangkan industri pengolahan bisa terwujud," kata Saut Nanang menambahkan, kondisi yang membaik memacu pelaku industri meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan pasar ekspor."Permintaan produk perikanan di luar negeri nyaris tanpa batas, seperti Iran dan Tingkok," kata Dirut PT Fishindo Lintas Samudera itu. Qjr)

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia


FAO To Assist Development Of Fisheries Sector

SRI LANKA - The United Nations' Food and Agriculture Organisation (FAO) has said that it will support the Sri Lankan government to develop its fisheries sector.
FAO
FAO South Asian Region Director Patric T. Evans had told Fisheries and Aquatic Resources Minister Dr Rajitha Senaratna that the FAO will assist Sri Lanka to increase its fish productivity through technical assistance and financial aid, reports Sri Lanka's Daily News.

Mr Evans said this to the Minister after a discussion held between them at the Fisheries and Aquatic Resources Ministry in Colombo. Dr Senaratna said Agriculture and fisheries will be key sectors to be developed to reach the level of being a self-sufficient country.

He said a fish production of 339,730 metric tonnes was made in 2009, and the government will increase it by 10 per cent in the next five years.

"We have implemented many programmes to develop fisheries in the North and East after the end of terrorism," he said.

The Government will provide fishing gears, houses for fisher families and modern technology, the Minister said. 

Sumber : The Fish Site


Pemerintah Kembangkan 5 Kawasan Ekonomi Khusus

Pemerintah menargetkan pengembangan lima kawasan ekonomi khusus (KEK) pada 2014. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, kelima KEK ini di luar kawasan yang sudah dikembangkan, seperti Batam, Bintan, dan Karimun.

"Pemerintah tengah mengevaluasi kelima KEK ini termasuk menetapkan strategi pengembangan, desain utama, dan kerangka kerja pengembangannya," kata Hatta usai rapat koordinasi (rakor) yang membahas KEK di Gedung Kantor Menko Perekonomian Jakarta, Selasa (22/6).

Hatta menjelaskan, pengembangan ekonomi wilayah dibagi ke dalam koridor-koridor ekonomi. Di dalam koridor ekonomi ini, kata dia, terdapat KEK yang terbagi menjadi cluster-cluster. "Jadi, kalau kami mengatakan KEK Papua, ada cluster-cluster seperti Papua Barat, Merauke, dan Biak. Ini akan kami dorong menjadi daerah yang tumbuh pesat" papar dia

Hatta menyebutkan, 48 kabupaten/kota sudah mengajukan kawasan di wilayahnya menjadi KEK, namun semuanya tidak memenuhi persyaratan. Dia menambahkan, basis pengembangan KEK meliputi beberapa sektor, seperti kelautan, sawit, pertanian, mineral,batubara, dan petrokimia. "Indonesia timur seperti Papua bisa kami tetapkan untuk pengembangan energi dan pangan, Jawa bisa untuk manufaktur, dan Sumatera bisa untuk oil chemical dan mineral," jelas dia.

Tawaran Menperin

Di tempat terpisah, Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengungkapkan, pihaknya telah menawarkan beberapa kawasan untuk menjadi KEK. "Saya sudah menawarkan wilayah sesuai kluster yang telah diluncurkan Kementerian Perindustrian, seperti Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Merauke, dan Jawa Barat di kawasan Pantai Utara," kata dia.

Saat ini, kata Hidayat, pemerintah membentuk tim kecil khusus untuk penetapan KEK. "Tim ini akan membahas komitmen pemerintah daerah, kebijakan fiskal dan nonfiskal, serta infrastruktur dasar di wilayah KEK," jelas dia. Selain itu, pemerintah berkomitmen menyelesaikan polemik pembebasan lahan antara Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan pemerintah daerah untuk memuluskan pembentukan KEK.

"Sebelum mengumumkan penetapan KEK, pertikaian kebijakan antara pemda dan Kemenhut terkait pembebasan lahan harus diselesaikan," tegas Hidayat. Di sisi lain. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Irawan Wirjawan mengatakan, pembangunan infrastruktur harus segera direalisasikan untuk menyukseskan KEK.

"Untuk menarik investasi dibutuhkan infrastruktur, selain itu KEK harus menyasar kawasan Timur Indonesia untuk pemerataan pembangunan," imbuh dia. Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengalokasikan dana sebesar Rp 200 miliar pada 2011 untuk membangun 28 KEK perikanan atau minapolitan. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menilai, pemerintah harus memikirkan jenis komoditas yang bakal diunggulkan dalam KEK agar kegagalan membangun Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) tidak terulang.

Sebelumnya, di bawah kepemimpinan Fadel, Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana membangun 48 titik minapolitan di 14 provinsi pada tahun ini. Minapolitan merupakan pembangunan industri perikanan yang berkelanjutan untuk industri rakyat. "Arti kata dasar minapolitan itu adalah mina untuk ikan dan politan untuk .kota. Pemikirannya sederhana, minapolitan atau kota, yang ekonominya berbasis ikan," kata Fadel.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin bidang UM KM dan Koperasi Sandiaga S Uno mengatakan, pembentukan KEK berbasis kawasan kluster adalah langkah tepat Hal ini akan mempermudah koordinasi, penetapan regulasi, pengadaan pasokan, tenaga kerja, dan infrastruktur, serta pemasaran. "Di sektor UKM, sistem kluster dengan one village one product (OVOP) terbukti bagus. Saya kira yang terpenting KEK harus otonomi dan mandiri dalam satu kendali gerak sehingga bisa meningkatkan daya saing," tutur dia. (ef)

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia


Fish Central sets up shop

JACKSONVILLE — Formerly an Arlington-based pet fish supplier, Fish Central Importers LLC. has moved its operation into the old Galaxy Boatworks building in south Jacksonville. Fish Central Co-owner Lacey Perry said the business was brought to Jacksonville to bring it closer to home and to the East Texas area.

“Jacksonville is a good town to do this in,” Perry said.

She added the facility’s location in Jacksonville will allow area schools to frequent the spot on field trips. In addition, a great deal of fuel will be purchased in Jacksonville because delivery trucks will constantly set out from and arrive at the location.

“We’ve worked very closely with the Jacksonville Economic Development Corporation in regards to bringing this here,” Perry also said. “Everyone has been open to us and welcoming.”

Jacksonville Economic Development Corporation President Darrel Prcin said aside from the 20-40 people Fish Central will likely hire over the upcoming months, other benefits will be given to the city at large.

“They’ll be occupying the old Galaxy Boatworks building, which was shut down a few years ago,” Prcin said. “At some point when they’re up and running they’ll also be offering tours.”

Prcin said because it’s taking over an old building visible along U.S. Highway 69, a good sign is important for both Fish Central and Jacksonville.

A private owner of Fish Central who wished to remain anonymous said as an import and export company of fish all around the world, Fish Central will bring in fish and disperse them to local pet stores from Jacksonville to outlying states such as New Mexico and Kansas

He said one reason Jacksonville was chosen was because it provides ease of distribution.

“We can leave here and go anywhere we want,” he said. “It’s probably one of the easiest places to get out of; you’ve got U.S. Highway 175 and Interstate 20.”

This week employees will work to bring the four-building, 56,000 square foot facility fully online.

The private owner said this includes an amount of piping measured not in yards, but in miles. He said he couldn’t begin to guess the total distance of the water pipes purchased from Heath and Heath Hardware in Jacksonville.

As a wholesale distributor of nearly any type of fish known to man, he said Fish Central receives its fish from places like Singapore, Malaysia and Hong Kong. It will also host about 16 tons of live rock for coral farms, rather than collecting coral from the ocean.

The private owner said the facility could be ready for business by June 28, with fish beginning to arrive by Tuesday or Wednesday to call Jacksonville’s water home.

“I’m surprised at how good Jacksonville’s water is,” he added. “We were pleasantly surprised at the welcome we got from Jacksonville and its people.”

Fish Central, which will sell pet fish to businesses such as Walmart and pet stores, was the focus of a recent JEDCO meeting in May. The JEDCO board agreed to give Fish Central $25,000 for relocation and cleanup from its Arlington location and $3,500 for each employee up to 40 employees for positions filled and maintained during the first two years.

Sumber : Jackson Ville Progess


Tuesday, June 22, 2010

Kabupaten Gorontalo Utara Siapkan SDM Dalam Pengembangan Kawasan Minapolitan Melalui Pelatihan Budidaya Rumput Laut Bersama Balai Diklat Perikanan Aertembaga-Bitung

Rumput laut merupakan salah satu komoditi yang termasuk dalam mata dagang internasional dan menjadi produk andalan/unggulan dalam jajaran komoditi perikanan. Dari bahan mentah rumput laut dapat dikembangkan ratusan jenis produk yang dimanfaatkan dalam berbagai bidang antara lain industri makanan, farmasi, kedokteran, kosmetika, kertas dan lain-lain. Budidaya rumput laut memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan. Upaya meningkatkan produksi rumput laut dapat ditempuh melalui usaha budidaya dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relatif sederhana dan biaya produksi yang murah, sehingga budidaya rumput laut merupakan salah satu sumberdaya yang berbasis keunggulan komporatif untuk menggerakkan perekonomian masyarakat pesisir pantai.

Panjang garis pantai 320 km membuat kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo sebagai daerah yang memiliki potensi besar untuk pengembangan rumput laut yaitu sekitar 3.840 hektar yang termanfaatkan baru sekitar 256 hektar. Peluang rumput laut Eucheuma cottonii untuk dikembangkan di wilayah perairan Indonesia khususnya di kabupaten Gorontalo Utara begitu besar sehingga rumput laut menjadi salah satu program unggulan untuk pengembangan daerah minapolitan serta mempercepat program daerah "Gerbang Emas" (Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat) yang santer digaungkan oleh pemerintah Gorontalo Utara yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya di kabupaten ini.

Dasar pelaksanaan kegiatan ini adalah Keputusan Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan Aertembaga Nomor : 27/BPPP-BTG/DL.210/Kpts/V/2010 tanggal 19 Mei 2010 tentang penyelenggaraan Pelatihan Budidaya Rumput Laut Bagi Masyarakat Pembudidaya di Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap pembudidaya agar mampu dan terampil mengelola usaha budaidaya rumput laut. kabupaten Gorontalo Utara sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Gorontalo merupakan wilayah/kawasan yang termasuk dalam wilayah kerja Balai Diklat Perikanan Aertembaga-Bitung.

Pelatihan ini berlangsung selama 7 (tujuh) hari kalender yaitu mulai tanggal 8 s/d 14 Juni 2010 bertempat di Desa Tolongio Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara, dengan jumlah peserta sebanyak 30 (tiga puluh) orang yang bergelut di bidang usaha buddidaya rumput laut Eucheuma cottnii, yang berasal dari 2 kecamatan yaitu : Kecamatan Kwandang (Desa Ponelo) dan Kecamatan Anggrek (Desa Tolongio, Popalo dan Ilangata).

Dalam sambutan pembukaanya Sekretari Daerah Kabupaten Gorontalo Utara (Ir.H.Ismail Patamani) yang didampingi oleh Kepala Balai Diklat Perikanan Aertembaga (Pola S.T Panjaitan, A.Pi,MM) mengatakan bahwa sungguh beruntung Kabupaten Gorontalo Utara menjadi sasaran kegiatan ini, untuk itu para pembudidaya diharapkan dapat menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya dan secara serius mengikuti kegiatan pelatihan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan dalam usaha mereka.

Kurikulum pelatihan disusn berdasarkan kompetensi kerja calon peserta pelatihan, dengan jumlah jan berlatih 54 jam @ 45 menit. Materi yang disampaikan terdiri dari teori 30% dan praktek 70%. Materi yang diberikan antara lain : Penentuan Lokasi usaha budidaya rumput laut dan mengukur beberapa parameter kualitas air (suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus dan kedalaman perairan); Pembuatan Sarana Budidaya Rumput Laut; Morfologi dan Biologi Rumput Laut; Pemeliharaan Rumput Laut; Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen; Analisa Usaha Budidaya Rumput Laut.

Seluruh peserta sanagn antusias dalam mengikuti kegiatan ini baik teori maupun praktek dan selama proses belajar mengajar banyak terjadi pertukaran informasi dan bagi pengalaman baik antara peserta dengan fasilitator maupun antara peserta dengan peserta. Dalam kegiatan ini peserta membuat wadah budidaya dengan ukuran 100 m x 50 m dengan 30 tali ris dan menggunakan 1000 kg bibit ini telah disepakati bersama akan dikelola oleh beberapa orang purna widya dan seluruh pesertabisa memanfaatkannya dengan harga yang disepakati bersama pula.

Dalam sambutannya pada acara penutupan, Kepala Balai Diklat Perikanan Aertembaga mengharapkan kiranya kreativitas para peserta bisa tumbuh setelah selesai mengikuti kegiatan pelatihan ini, agar usaha budidaya rumput laut yang mereka geluti bisa semakin berkembang dan diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan produksi nasional komoditi rumput laut pada khususnya, serta melalui pelatihan ini diharapkan SDM Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara siap dalam melaksanakan program pengembangan kawasan minapolitan di wilayahnya. Selanjutnya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gorontalo Utara (Dede Soelaeman,A.Pi,M.Si) mengatakan dalam sambutannya sekaligus menutup kegiatan pelatihan ini bahwa diharapkan para pembudidaya rumput laut bisa menjadi penyumbang dalam mendukung visi Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan terbesar pada tahun 2015 dan kiranya ilmu yang didapat bisa juga ditularkan kepada orang lain yang tidak sempat mengikuti kegiatan ini. Disampaikan juga bahwa harga rumput laut di Kabupaten Gorontalo Utara cukup baik dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut kedepan.



Sumber :Humas BPPP Aertembaga-Bitung   


Eksplorasi Laut Sulut

Kapal riset Amerika Serikat (AS) dari National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) Okeanos Explorer memasuki wilayah perairan Indonesia. Dijadwalkan bersama kapal Republik Indonesia dari BPPT, Baruna Jaya IV, melakukan eksplorasi kolaboratif di laut dalam perairan Sangihe-Talaud, Sulawesi Utara selama sekitar dua bulan, terhitung mulai kemarin. Kegiatan ini merupakan bagian dari bentuk kerjasama kemitraan jangka panjang RI - AS untuk bersama memajukan ilmiah kelautan, teknologi, dan pendidikan, yang penting bagi ekonomi dan lingkungan bagi kehidupan di bumi ini.

"Mulai dari ekspedisi berkolaboratif yang untuk kali pertama dilakukan oleh Okeanos Explorer dan yang pada ekspedisi internasionalnya yang pertama ini akan bersama-sama mengeksplorasi wilayah laut dalam yang belum pernah disibak kerahasiaannya, serta yang akan mengirimkan dari kapal, dengan waktu tunda dalam hitungan real lime," kata Gelwynn, kepala Badan Riset Kementerian Kelautan dan Perikanan kemarin, (nel)


 Sumber : Indo Pos

Monday, June 21, 2010

Sinergi untuk Keberlanjutan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Perairan Umum Daratan (PUD)

Istilah Perairan Umum Daratan pertama kali disepakati dalam Round Table Forum Perairan Umum Indonesia ke-2 tahun 2005 di Palembang yang dihadiri oleh birokrat, pakar dan peneliti pusat dan daerah.  Istilah ini digunakan untuk mengganti istilah perairan umum, perairan darat dan perairan tawar yang status kepemilikannya dikuasai negara.  Perairan umum daratan (PUD) Indonesia yang meliputi danau, waduk, sungai, rawa dan genangan air lainnya, memiliki luas sekitar 54 juta ha.  Luasan ini menempatkan posisi PUD Indonesia paling luas di negara asia setelah China (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2004).  Demikian disampaikan Dirjen Perikanan Tangkap Dr. Ir. Dedy H Sutisna, MS saat membuka Forum Koordinasi Pengelolaan Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan ke-1 (FODILAPETA PUD I) di Bogor 21 Juni 2010.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian dari Pusat Riset Perikanan Tangkap tahun 2005 (belum dilegalformalkan), total potensi produksi perikanan PUD Indonesia mencapai 3,035 juta ton/tahun yang terdiri dari 2,868 juta ton/tahun dari perairan sungai dan rawa banjiran, 158.000 ton/tahun dari danau dan 9.000 ton/tahun  dari waduk.  Sementara itu berdasarkan data statistik perikanan tangkap, volume produksi perikanan tangkap di PUD tahun 2008 mencapai 494.395 ton dengan nilai sebesar 5,013 triliun rupiah.  Volume produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di PUD tersebut, masing-masing memberikan sumbangsih sebesar 9,51% dan 5,60% dari total volume produksi dan nilai produksi perikanan tangkap.      

Secara keseluruhan perikanan tangkap di PUD memberikan peranan penting dalam hal : (a) sumber protein dan ketahanan pangan, (b) sumber lapangan kerja, dan (c) sumber pendapatan daerah.  Sejauh ini, menurut Dr. Ir. Dedy H Sutisna MS, berdasarkan data statistik perikanan tangkap tahun 2008, perikanan tangkap di PUD telah memberikan sumbangan sebesar 494.395 ton dalam penyediaan ikan untuk konsumsi maupun ekspor, dan sebanyak 496.499 orang (nelayan) terlibat dalam penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap.  Selanjutnya, Dirjen Perikanan Tangkap,  mengemukakan bahwa dalam kerangka pembangunan ekonomi daerah, perikanan tangkap di PUD memberikan kontribusi yang sangat penting.  Dicontohkan, Perairan Lebak Lebung di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, telah lebih dari 60 tahun berperan sebagai sumber pendapatan untuk pemerintah daerah melalui mekanisme lelang pemanfaatan perairan yang diselenggarakan secara berkala setiap tahun. Nilai hasil lelang ini terus meningkat dari tahun ke tahun.  Pada tahun 1987-1990 nilainya berkisar antara 290,8-316,5 juta rupiah (Nasution et al, 1993) dan pada periode tahun 2000-2004 telah mencapai kisaran 2,5-4,4 milyar rupiah (Dinas Pendapatan Daerah OKI, 2000-2004).

Selain itu dalam perpesktif plasma nutfah dan genetik, PUD Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan “mega biodiversity” di dunia.  Komisi Nasional Plasma Nutfah Indonesia melaporkan bahwa PUD Indonesia mengandung kekayaan plasma nutfah ikan yang jenisnya sangat banyak, mencapai 25% dari jumlah jenis ikan yang ada di dunia.  Dan menurut FAO terdapat sekitar 2.000 jenis ikan.  Tambahan pula, beberapa PUD di Indonesia menjadi obyek wisata alam yang menarik dan mendunia seperti Taman Nasional Danau Sentarum.     

Dalam forum yang dihadiri oleh Kementerian PU, Kementerian Lingkungan Hidup, para Eselon II dan III lingkup KKP, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi seluruh Indonesia, Dirjen Perikanan Tangkap mengemukakan pentingnya membangun sinergi lintas sektor dalam pengelolaan sumberdaya ikan di PUD.  Hal ini cukup beralasan sebab selama ini PUD dimanfaatkan oleh multi sektor, sehingga dampak dari kegiatan sektor lain bisa memberikan gangguan terhadap habitat dan kelestarian sumberdaya ikan.  Akhirnya, forum ini memiliki nilai strategis sebagai jalan pembuka untuk membangun sinergi dimaksud, pungkas Dirjen Perikanan Tangkap.

Sumber : Dirjen Perikanan Tangkap


Mari Makan Ikan Lele

Ibu Negara Ani Susilo Bambang Yudhoyono mengajak seluruh orang tua di Indonesia untuk mengenalkan ikan sebagai makanan terbaik untuk anak. Kandungan protein tinggi yang terdapat dalam ikan, bisa membantu meningkatkan kecerdasan anak.

"Kita harus mengenalkan ikan sejak dini kepada anak kita supaya mereka senang mengonsumsi ikan karena sumber protein yang dibutuhkan tubuh, khususnya otak. Pola berpikir kita harus diubah, bahwa ikan adalah makanan terbaik," kata Ani Yudhoyono, saat membuka Festival Raya Lele Nusantara, di Jakarta, Sabtu (19/6).

Atas dasar itulah, Ibu Negara berjanji untuk mengajarkan cucunya yang baru semata wayang, Almira Tunggadewi Yudhoyono, untuk gemar makan ikan, khususnya lele, sejak dini "Saya punya cucu satu. Nanti sejak dini akan saya ajarkan gemar makan ikan lele. Tapi,nanti kalau usianya sudah mulai lima tahun," kata Ny .Ani.

Kajian ilmiah membuktikan, ikan memiliki protein yang lebih tinggi ketimbang makanan lain. Sebagai gambaran, ikan bandeng memilki kandungan protein sebesar 21,7 persen, ikan lele 17 persen dan ikan mas 16 persen. "Tidak heran, kenapa orang Jepang terkenal cerdas, karena mereka senang mengonsumsi ikan sejak balita," kata Ibu Negara.

Kondisi di negeri Sakura tersebut, berbanding terbalik dengan Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, masyarakat Indonesia termasuk yang paling rendah mengonsumsi ikan. Itu sangat ironis, jika melihat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. "Dengan kondisi geografis seperti ini, seharusnya masyarakat Indonesia Iebih banyak lagi mengonsumsi hasil laut, terutama ikan yang banyak proteinnya," katanya.

Ibu Negara memaklumi, bisa jadi belum banyaknya warga Indonesia makan ikan disebabkan karena ikan laut identik dengan harga yang mahal. Namun, itu bukan alasan untuk tidak mengonsumsi ikan. "Ikan air tawar pun tidak kalah enak dan murah. Ada ratusan jenis ikan air tawar yang layak untuk dikonsumsi, karena kita punya banyak sungai dan lainnya. Kita harus syukuri, bahwa kita dikasih Tuhan kekayaan alam yang luar biasa, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya, kata Ibu Negara.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad mengatakan, rata rata konsumsi ikan masyarakat Indonesia pada tahun lalu sekitar 10 kilogram per kepala. Itu masih jauh tertinggal dengan Malaysia yang masyarakatnya mengonsumsi Ikan sekitar 55,5 kg/kepala. "Adapun Jepang lebih tinggi lagi, sekitar 140 kg. kepala," kata Fadel.

Fadel menegaskan, pihaknya menargetkan produksi ikan Iele sekitar 1 juta ton pada 2015 itu  paten ketimbang produksi tahun ini yang mencapai "ton. "Budidaya ikan lele dapat diusaha kan dalam drum atau gentong hingga dapat menjadi usaha produk.nilai gizi 1 peningkatan ketahanan pangan keluarga,* kata Fadel.

Dala kementerian Kelautandan Perikanan (KKP) menunjukkan, rata rata konsumsi lele tahun lalu mencapai 2,3 kg kepala. Hal itu meningkat ketimbang konsumsi tahun sebelumnya yang sekitar 0,67 kg kepala kita menargetkan produksi ikan lele sebesar KM) ton pada 014, meningkat sekitar persen ketimbang produksi tahun lalu yang mencapai M ton.

Menurut Fadel, meskipun lele masih dianggap sebagai ikan yang kurang menarik, namun budi daya ikan lele paling banyak diusahakan oleh umum meningkat dalam beberapa tahun terakhir "Budi daya ikan lele dapaltdi usahakan dalam drum atau gentong sehingga dapat menijadi alternatif usaha perbaikan gizi atau peningkatan kebutuhan pangan keluarga." kata FadeL

Sumber : Jurnal Nasional 20 Juni 2010,hal.1


Danau Sentani Dibeli dengan Satu Gelang dan Tiga Manik-Manik

Asal mula Danau Sentani tentunya belum banyak yang tahu bagi masyarakat Papua terlebih bagi masyarakat asli Sentani Kabupaten Jayapura. Namun, kita akan mengetahui dari balada berdurasi kurang lebih 45 menit yang ditampilkan sanggar tari Honong pimpinan Theo Yepese pada pembukaan Festival Danau Sentani (FDS) III, Sabtu (19/6) pekan lalu.

Seperti apa cerita terjadinya Danau Sentani?

Indonesia, merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai beragam suku dan budaya yang berbeda beda. Tentu, dengan keanekaragaman budaya tersebut, menyimpan berjuta cerita masa lampau (sejarah) yang diwariskan secara turun-temurun, sebut saja cerita tangkuban perahu, maling kundang, candi borobudur dan sebagainya.

Papua, termasuk salah satu ras di Indonesia yang paling unik dan juga memiliki jutaan cerita masa lalu, yang salah satunya adalah sejarah terjadinya Danau Sentani. Tarian Keping, yang mengisahkan rahasia awal terjadinya Danau Sentani dengan dimainkan sekitar 40 orang berkostum khas Papua itu, menguak kembali terjadinya Danau Sentani ke permukaan publik.

Hanya dengan sebuah harta karun berupa gelang Kristal (Heba), dan tiga biji manik-manik yang dalam bahasa suku Sentani disebut dengan Hawa, Hae dan Naro. Ondofolo (Kepala Suku) Walli bersama kerabatnya Hoboy, membeli air di penguasa pegunungan Robonsolo (Sekarang Cycloop) bernama Dobonay pada masa lalu, untuk meminta air bagi rakyatnya.

Ondoafi Wali dan Hoboi hidup di atas satu bukit yang disebut Yomokho di Kampung Donday, Sentani. Di atas bukit ini tidak ada air sebagai sumber kehidupan, maka Ondofolo bersama Hoboy naik ke Gunung Robonsolo untuk menghadap Dobonai, penguasa air dengan membawa sejumlah harta karun untuk membeli air.

Cerita berawal ketika masa lalu terjadi bencana kekeringan yang melanda seluruh daerah Sentani, dan berdampak pada kehidupan rakyat Sentani. Tak menunggu lama, Ondofolo langsung mengajak Hoboy untuk pergi membeli air keabadian (air yang tak pernah berhenti mengalir) kepada Dobonay di Gunung Robonsolo.

Air itupun dibeli dari Dobonay, yang pada saat itu pembayarannya dilakukan kepada kedua anak Dobonay, yakni Bukunbulu dan Robonway. Meski sempat terjadi kesalahan dalam pembayaran, tetapi saat itu permasalah tersebut dapat ditengahi oleh Dobonay. Setelah mendapat air, Ondofolo Wali bersama kerabatnya pulang ke rumah.

Sebelum pamit, Dobonay berpesan agar di perjalanan nanti, jika bertemu hewan jangan diburu. Sebab, jika dilanggar, akan terjadi cobaan bagi mereka berdua. Tetapi karena sifat manusia, aturan tersebut dilanggar, Ondofolo Wali dan Hoboi melupakan pesan Dobonay, justru keduanya memburu seekor hewan yakni burung Kasuari.

Sebuah tembakan anak panah dari Haboy berhasil mengenai sasaran, namun alangkah kagetnya kedua manusia itu, sebab burung kasuari tersebut langsung menghilang bersamaan dengan air keabadian yang dibawa oleh keduanya.

Bersamaan dengan peristiwa tersebut, datanglah sebuah air bah dan menghanyutkan semua benda-benda yang berada disekitar tempat tersebut, dan selanjutnya air bah itu membentuk telaga raksasa yang saat ini dikenal dengan Danau Sentani.
Kejadian ini harus dibayar mahal dengan tenggelamnya anak Ondofolo Wali. Namun keteguhan dan rasa bertanggung jawab kepada rakyatnya, sang Ondofolopun sempaty meratap berlama-lama atas kematian anaknya itu.

Namun, dirinya langsung mengajak seluruh rakyatnya untuk secara bersama-sama menyampaikan ucapan syakur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan pemberian telaga raksasa yang terbentang dari Nolobu (Timur) Kampung Yokiwa hingga Waibu (Barat) Kampung Doyo dan sekitarnya yang berada hingga saat ini.

Dengan peristiwa ini, Ondofolo Wali menyadari bahwa untuk memperoleh sesuatu yang baik harus ada pengorbanan, sekali pun itu adalah orang yang sangat dicintai.

Sumber : Kabar Indonesia